Psikologi di balik oversharing
Berikut adalah penjelasan mendalam tentang psikologi di balik perilaku ini:
Kebutuhan akan Validasi dan Penerimaan
Banyak orang melakukan oversharing untuk mencari validasi atau penerimaan dari orang lain. Dengan menceritakan hal-hal pribadi, termasuk yang memalukan, mereka berharap orang lain akan merespons dengan empati, dukungan, atau pengakuan.
Contoh: Seseorang yang menceritakan kegagalan pribadi mungkin ingin mendengar, "Itu wajar, kita semua pernah gagal," untuk merasa diterima.
Ini terkait dengan teori kebutuhan sosial Maslow, di mana rasa memiliki dan penerimaan adalah kebutuhan psikologis dasar.
Kompensasi Rasa Tidak Aman (Insecurity)
Oversharing sering kali merupakan cara untuk mengatasi rasa tidak aman atau rendah diri. Dengan menceritakan sesuatu yang personal, seseorang mungkin berusaha menunjukkan keberanian atau kejujuran untuk meningkatkan citra diri mereka di mata orang lain.
Dalam beberapa kasus, menceritakan aib dengan bangga bisa menjadi mekanisme pertahanan untuk "mengendalikan narasi" sebelum orang lain mengetahui atau menghakimi.
Kecenderungan Narsistik atau Perhatian
Beberapa individu dengan kecenderungan narsistik mungkin melakukan oversharing untuk menjadi pusat perhatian. Mereka mungkin merasa bahwa cerita mereka, meskipun memalukan, membuat mereka terlihat unik atau menarik.
Menurut penelitian psikologi, orang dengan sifat narsistik cenderung berbagi informasi pribadi untuk membangun citra atau memancing kekaguman, bahkan jika ceritanya kontraproduktif.
Kurangnya Batasan Emosional
Oversharing sering terjadi pada individu yang kesulitan mengatur batasan emosional (emotional boundaries). Mereka mungkin tidak memiliki filter yang baik dalam menentukan apa yang pantas dibagikan di situasi tertentu.
Ini bisa terkait dengan pengalaman masa kecil, seperti kurangnya pengajaran tentang privasi atau lingkungan yang mendorong keterbukaan berlebihan.
Efek Media Sosial dan Budaya Digital
Media sosial telah mengubah norma sosial tentang berbagi informasi pribadi. Banyak platform mendorong keterbukaan melalui tren seperti storytelling atau konten "autentik". Akibatnya, beberapa orang merasa terdorong untuk berbagi lebih banyak demi likes, komentar, atau koneksi.
Penelitian (misalnya, studi oleh Tamir & Mitchell, 2012) menunjukkan bahwa berbagi informasi pribadi di media sosial memicu pelepasan dopamin di otak, memberikan perasaan senang yang membuat perilaku ini adiktif.
Konteks Kepribadian dan Gangguan Psikologis
Beberapa gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian histrionik atau borderline, dapat menyebabkan kecenderungan oversharing karena dorongan untuk menarik perhatian atau mencari koneksi emosional yang intens.
Selain itu, orang dengan kecemasan sosial mungkin overshare sebagai cara untuk mengisi kekosongan dalam percakapan atau menghindari keheningan yang canggung.
Mekanisme Koping atau Pemrosesan Emosi
Bagi sebagian orang, menceritakan aib adalah cara untuk memproses pengalaman traumatis atau memalukan. Dengan membingkainya sebagai sesuatu yang "bangga" atau lucu, mereka mencoba mengurangi rasa malu atau trauma.
Ini sering disebut sebagai reframing dalam psikologi kognitif, di mana seseorang mengubah persepsi terhadap pengalaman negatif untuk membuatnya lebih mudah diterima.
Faktor Budaya dan Lingkungan
Dalam budaya individualistis (misalnya, di Barat), keterbukaan tentang kegagalan atau kelemahan sering dianggap sebagai tanda keberanian. Namun, di budaya kolektivistis seperti Indonesia, ini bisa dianggap melanggar norma karena menjaga "muka" lebih diutamakan.
Jika seseorang terpapar budaya yang berbeda (misalnya melalui media sosial atau pergaulan), mereka mungkin mengadopsi pola oversharing tanpa menyadari bahwa itu bertentangan dengan norma lokal.
Mengapa Mereka Bangga?
Rasa bangga dalam menceritakan aib sering muncul karena:
Reframing Positif: Mereka melihat pengalaman memalukan sebagai bukti ketahanan atau keunikan mereka.
Respon Sosial yang Diinginkan: Jika cerita mereka mendapat respons positif (tertawa, empati, atau kekaguman), ini memperkuat perilaku tersebut.
Identitas Pribadi: Beberapa orang merasa bahwa pengalaman mereka, termasuk aib, adalah bagian integral dari identitas mereka, sehingga mereka bangga menceritakannya.
Dampak Psikologis
Positif: Oversharing bisa membantu membangun hubungan yang lebih dekat jika dilakukan dengan tepat, karena keterbukaan sering memicu kepercayaan.
Negatif: Jika berlebihan, oversharing dapat membuat orang lain tidak nyaman, merusak reputasi, atau memicu penyesalan di kemudian hari.
0 Response to "Psikologi di balik oversharing"
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak