Dekat Di SiSi Jauh Di hati
Merupakan pemandangan yang biasa, jika tak lama sepulang dari kantor, Ramdhan kembali membuka laptop kerjanya lantas tenggelam dalam kesibukannya.
Telepon genggamnya juga tak pernah sepi, silih-berganti dering panggilan dan pesan terdengar. Tak jauh berbeda dengan sang suami, Laras pun senantiasa sibuk dengan smartphonenya. Jari-jemarinya lincah mengetik pesan, terkadang diselingi dengan senyum bahkan tawa kecilnya.
Keluarga Ramdhan mungkin hanyalah satu dari banyak keluarga yang kehilangan alasan untuk berbicara.
Sebab, pembicaraan-pembicaraan yang menarik untuk dilontarkan di tengah kehangatan keluarga, telah habis dibahas dengan orang lain di luar sana. Melalui fasilitas jejaring sosial, BBM, WA, dan yang lainnya; sehingga yang tersisa untuk keluarga hanyalah mata yang lelah, jemari yang pegal mengetik, dan kegembiraan yang telah menguap.
Keadaan seperti ini tentu sangat meresahkan. Kedekatan fisik yang tak disertai dengan kedekatan hati, justru akan lebih banyak memicu konflik.
Mungkin karena ini pulalah, seseorang bahkan lebih sering merasa diterima dan diperlakukan seperti saudara oleh sahabat atau orang yang berada di luar rumah.
Nyatakan Lebih Dulu
Belajar dari Rasulullah, seharusnya kita menyikapi pasangan agar pernikahan selalu terisi oleh kehangatan dan kedekatan.
Hal terpenting yang harus kita teladani adalah Rasulullah tak pernah jaga imej alias “jaim” pada istri-istrinya.
Rasulullah tak segan untuk lebih romantis dan menyatakan cinta terlebih dahulu, meski beliau adalah seorang suami.
Beliau bahkan pernah melakukan hal yang sangat romantis untuk menyatakan cintanya kepada Aisyah.
Ketika itu Rasulullah berangkat berperang ke Khaibar, beliau membuat bendera dari kerudung Aisyah.
Ibnu Sa’ad menerangkan, bendera besar tidak pernah diadakan kecuali pada perang Khaibar. Yang biasanya ada, hanyalah bendera-bendera kecil kepunyaan kabilah-kabilah.
Pada perang Khaibar, Rasulullah membuat bendera besar berwarna hitam dari kerudung Aisyah dan diberi nama Al-Uqab.
Sedangkan bendera yang lebih kecil berwarna putih diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib.
Al-Uqab itulah yang menyatakan betap besarnya arti seorang Aisyah di sisi Rasulullah meski beliau hendak pergi berperang.
Alangkah indahnya bila kita dan pasangan dapat saling meminta dan menguatkan layaknya Rasulullah dan istri-istrinya.
Keterbukaan dan kedekatan ini tentu tidak akan hadir bila masing-masing pribadi masih sibuk dengan ego-nya sendiri-sendiri.
Padahal begitu banyak alasan yang membuat kita sangat membutuhkan perhatian dan berbicara pada pasangan.
Membuka Hati
Maka, kembalillah pada saat-saat awal ketika kita sama-sama saling “takjub” dengan keberadaan pasangan yang hadir dengan indahnya di sisi kita.
Apalagi bila dia adalah orang yang sejak awal sudah kita idamkan. Tentu akan menjadi lebih indah manakala ia selamanya tetap menjadi yang terindah dan terbaik. Syaratnya hanya satu: membuka hati.
Pernikahan yang telah berjalan dalam bilangan tahun pasti akan menemui titik-titik jenuh. Kita telah saling mengenal perilaku pasangan, termasuk kekurangan-kekurangannya yang begitu menggelisahkan.
Mungkin kita juga termasuk orang-orang yang sudah memasang bendera “menerima apa adanya” di dalam hati.
Namun, tanpa sadar, kita juga menjauh dan berusaha mengabaikan hal-hal yang meresahkan itu dengan merasa terlalu lelah untuk menyelesaikannya.
Hingga yang terjadi adalah hati yang semakin berjarak, meski keberadaannya begitu dekat di sisi.
Saat ini, hiburlah diri kita dengan kenyataan bahwa Allah telah begitu baik memilihkannya untuk kita.
Mungkin dengan segala kekurangan yang ada pada diri kita, bila bukan dia orangnya, maka belum tentu ada orang lain yang sanggup bertahan menemani kita hingga saat ini.
Bukalah hati, mungkin ia pun sama gelisahnya akibat kekurangan kita bahkan tuntutan-tuntutan yang kita utarakan.
Bukalah hati dan mulailah terlebih dahulu untuk mendekatkan hati kepadanya.
Tersenyumlah kepadanya dan jadikanlah senyum sebagai gerbang pembuka kasih sayang dan perhatian yang tulus. Jadikanlah pula senyum sebagai pembuka kata-kata yang akan membuatnya merasa diundang untuk kembali mendekat.
Juga, jadikanlah senyum sebagai pendamai saat kita berhadapan dengan hal-hal yang harus dikompromikan bersama.
Yakinlah, bahwa kedekatan hati dalam perkawinan akan membawa kelegaan dalam batin sebagai buah dari canda tawa dan semangat yang timbul dari kehangatan.
Kelegaan itulah yang selanjutnya menjadi pemacu meningkatnya semangat untuk lebih mendekat kepada Allah dan bekerja keras mencari ridha-Nya.
Oleh : Kartika Trimarti
0 Response to "Dekat Di SiSi Jauh Di hati"
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak