INOVASI KESABARAN MENGHADAPI ANAK REMAJA

Masih ingat kisah Nabi Nuh yang membujukbKan’an menaiki bahtera? Sayangnya, meski anak Nabiyullah, Allah Subhanahu wata'ala belum melimpahkan hidayah padanya. Kan’an tenggelam bersama kaum Nabi Nuh lainnya yang ingkar menentang rasul dan Rabb mereka.

Naudzubillah min dzalik!

Itulah sekelumit kisah para nabi yang ditentang anak-anaknya sendiri, seperti Kan’an yang berbohong atas keimanannya.

Berkaca dari kisah tersebut, problema menghadapi anak remaja bukan hanya ada saat ini. Seorang nabi seperti Nuh juga menghadapinya, apalagi manusia biasa seperti kita.

Bakal memiliki empat orang anak, dulunya tak terbayangkan. Nyatanya Allah Subhanahu wata'ala menyayangi saya dengan anugerah empat orang putra-putri sehat dan membahagiakan hati. Mereka terpaut usia cukup jauh satu sama lain. Jelas saya harus pintar-pintar menghadapi semua anak dengan kebutuhan dan problema yang berbeda.

Fase Tumbuh Kembang Anak

Tentunya, ada masa yang lebih intens mengontrol anak-anak tersebut saat memasuki masa remaja. Selain tanggung jawab selaku orang tua sesuai teori-teori psikologi tentang remaja, dan yang utama jelas karena tuntunan agama.

Islam menuntun secara jelas memperlakukan anak sesuai usia. 

Saat baru lahir hingga dua tahun, lalu mumayiz (4-6 tahun), hingga baligh (13 tahun), dan remaja (17 tahun); terdapat perbedaan perlakuan atas perkembangan perilaku. 

Fase usia baligh hingga remaja (13-17 tahun) adalah masa rawan penuh dengan penolakan, pemberontakan, dan penentangan. 

Dalam ilmu psikologi, usia pada fase-fase tersebut bukan hal mutlak Kejadiannya bisa berbeda pada setiap anak.

Remaja Pencari Jati Diri 

Usia remaja anak pertama dilalui di pondok pesantren.

Meski perkembangan pubertasnya tidak intens terlihat, tapi tetap saya kontrol melalui komunikasi jarak jauh. Sesudah lulus dari MTS pondok pesantren barulah ia bercerita. 

Nyatanya, istilah bully, berkelahi, dan persaingan, yang saya pikir tidak mungkin ada pada sebuah lembaga pendidikan Islam, ternyata masih mereka alami. Alhamdulillah, anak mampu melampaui masa sulit tersebut.

Kini anak kedua tengah melewati masa baligh menuju remaja. Sebagai seorang Ibu, kita harus memiliki banyak stock kesabaran. 

Jangan terlalu kaget, ketika merasa kehilangan sikap-sikap manis anak. Yang dulu rajin membantu orang tua, kini sangat super sibuk dengan teman-temannya. 

Dulu menurut, sekarang banyak excuse yang diajukan. Dulu terbuka, kini sulit didekati Biasanya saya berusaha bersabar dan tetap mendo’akan anak-anak. 

Sesekali mengajak bergurau dan bertanya tentang teman-temannya, bagaimana di sekolah, tentang guru-gurunya, dan sebagainya? Menjadi teman bagi mereka ternyata lebih efektif daripada complain atas perubahan sikap.

Anak lebih terbuka atas permasalahan yang dihadapi, dan tak mendorong menjadi berbohong karena takut. Kecuali pada satu hal yang kita tetap tegas, yakni masalah shalat! No excuse!

Sebagai orang tua memang harus lebih inovatif melakukan kesabaran menghadapi problema remaja.

Sekalipun mereka anak manis dulunya, pasti akan melewati masa rawan pencarian jati diri.

“Ya Allah, jadikanlah anak-anak kami anak shaleh shalehah, orang-orang yang hafal Al-Qur’an, dan sunnah, orang-orang yang faham dalam agama, dibarokahi kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Aamiin.

Oleh: EL Kinanti

0 Response to "INOVASI KESABARAN MENGHADAPI ANAK REMAJA"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak