SUTRADARA, KULI BANGUNAN, WARTEG
SUTRADARA, KULI BANGUNAN, WARTEG
Yang punya cita-cita jadi sutradara mending pikir-pikir dulu deh.
Suatu hari kawan dari sebuah agency mengeluh karena kemungkinan kontraknya tidak diperpanjang. Dia sudah dikontrak dua tahunan, jabatannya lumayan tinggi.
Kekuatirannya disebabkan nasibnya yang belum jelas sesudah selesai kontrak. (Hmmm aku membatin, bukannya nasib memang nggak jelas ya. Jangankan sesudah masa kontrak, besok pagi pun kita belum jelas nasibnya bagaimana. Tapi baiklah itu soal lain.)
Soal kontrak ini, meski dia menceritakan dengan sedih, aku melihat dia cukup beruntung, setidaknya dua tahun berada dalam zona nyaman. Sedangkan sutradara, itu sama seperti kuli bangunan atau tukang warteg. Umur zona nyamannya pendek banget. Tak ada kontrak, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jaminan penghasilan untuk besok pun tidak ada.
Pedagang nasi warteg tidak bisa menjamin pengunjung yang makan hari ini akan datang lagi besok. Tidak ada kontrak atau hukum ketenagakerjaan yang mengatur soal itu.
Dia hanya dilindungi oleh undang-undang alam. Hari ini dia masak seenak-enaknya, melayani seramah-ramahnya, pengunjung akan datang lagi. Kesungguhan hari inilah yang akan mendatangkan jaminan di esok hari, bukan pemerintah atau pengusaha.
Menjadi sutradara kurang lebih sama. Syuting hari ini, tidak ada jaminan akan syuting lagi besok. Tapi kesungguhan syuting hari ini, hasilnya akan mengundang syuting-syuting berikutnya.
Sebagai manusia biasa, sutradara maupun pedagang warteg juga punya ketakutan akan ketidakpastian hari esok, namun etos hari ini mengikis ketakutan itu. Kerja sebaik-baiknya, walau tak dilindungi kontrak kerja, kontrak alam yang akan memberi jaminan.
Oleh: M. Dedy Vansophi
0 Response to "SUTRADARA, KULI BANGUNAN, WARTEG"
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak