TIDAK MENENTANG DALIL DENGAN AKAL & HAWA NAFSU

TIDAK MENENTANG DALIL DENGAN AKAL & HAWA NAFSU

Pengikut manhaj salaf mereka tidak menentang nash dengan akal, tidak pula dengan hawa nafsu, tidak pula dengan perasaan, tidak pula dengan ucapan siapapun dari manusia. Karena manhaj salaf mengagungkan dari diatas segala-galanya.

Akal hanya di gunakan untuk memahami bukan untuk menentang. Hawa nafsu wajib mengikuti keinginan Allah dan Rasul-Nya. Perasaanpun demikian, pendapat manusia, itu semua di bawah pendapat Allah dan Rasul-Nya.

Kewajiban seluruh manusia adalah untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa lebih mengagungkan dalil daripada akal ataupun pendapat manusia.

Allah ﷻ mencela orang-orang yang lebih mengikuti hawa nafsunya daripada mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman,

وَاسْتَقِمْ كَمَاۤ اُمِرْتَ ۚ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَآءَهُمْ ۚ

"Dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan (hawa nafsu) mereka." [QS. Asy-Syura 42: Ayat 15]

Allah juga berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗۤ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ 

"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka." [QS. Al-Ahzab 33: Ayat 36]

Tidak layak apabila Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan, maka tidak boleh kita tolak dengan hawa nafsu kita atau akal kita atau pendapat seorang alim atau kyai atau yang lainnya.

Maka kewajiban kita adalah menjadikan Allah dan Rasul-Nya segala-galanya dan itu merupakan kesempurnaan Iman. Allah berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." [QS. An-Nisa' 4: Ayat 65]

Ini ayat menyebutkan bahwa keimanan tidak sempurna sampai terpenuhi 3 syarat.

• Pertama: Berhakim kepada Rasulullah ﷺ dalam perkara yang di perselisihkan. Berarti mendahulukan Rasulullah ﷺ dari segala-galanya.

• Kedua: Tidak mendapatkan rasa berat untuk menerima keputusan Rasul.

• Ketiga: Taslim

Maka dari itulah orang yang lebih mendahulukan ro’yunya atau hawa nafsunya berarti dia belum taslim. Dia belum menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu Allah ﷻ berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ 

"Wahai Orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya." [QS. Al-Hujurat 49: Ayat 1]

Artinya juga, jangan mendahulukan perkataan siapapun dari pada perkataan Allah dan Rasul-Nya.

Disebutkan dalam Hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّـى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang alim, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya, kemudian mereka akan memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat lagi menyesatkan orang lain." [HR. Bukhori dan Muslim]

Oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى BBG Al-Ilmu (Aqidah & Manhaj)

0 Response to "TIDAK MENENTANG DALIL DENGAN AKAL & HAWA NAFSU"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak