KESALAHAN-KESALAHAN PENDIDIK

KESALAHAN-KESALAHAN PENDIDIK

Berikut ini adalah sejumlah kesalahan yang sering dilakukan oleh para pendidik, semoga Allah menolong kita untuk dapat menjauhinya dan menunjuki kita kepada yang benar :

1. Pendidik yang Kontradiksi antara Ucapan dan Perbuatannya

Ini termasuk kesalahan utama karena anak sejatinya belajar dari kedua orang tuanya sejumlah hal, kemudian ia dapati ternyata orang tuanya menyelisihi apa yang mereka ajarkan kepadanya.

Perangai seperti ini memberikan pengaruh yang buruk bagi jiwa anak, dan cukuplah bagi kita firman Allah Subhanahu wata'ala yang mengingkari perbuatan ini :

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” [Qs ash-Shaff : 2-3]

Bagaimana anak bisa belajar kejujuran sedangkan ia melihat orang tuanya berbohong?

Bagaimana anak bisa belajar amanah sedangkan ia melihat orang tuanya berbuat curang?

Bagaimana anak bisa belajar akhlaq yang baik sedangkan ia melihat orang yang berada di sekitarnya suka mengumpat dan berkata keji serta buruk akhlaqnya?

2. Kedua Orang Tua tidak Sejalan (Sepakat) di dalam Satu Manhaj Tertentu Berkaitan dengan Cara Mendidik Anak 

Anak acap kali berbuat sesuatu di hadapan kedua orang tuanya, menyebabkan ibunya memuji dan memotivasi, sementara ayahnya malah memperingatkan dan mengancam.

Hal ini menyebabkan anak bingung manakah diantara keduanya yang benar dan yang salah. Sedangkan anak sendiri yang masih terbatas pemahamannya, belum mampu mengetahui mana benar dan mana salah. Hasilnya anak pun menjadi labil dan semua urusan menjadi tidak jelas baginya.

Dalam kondisi seperti ini, sekiranya kedua orang bersepakat di dalam satu manhaj/metode tertentu, dan tidak menampakkan kepada anak adanya perbedaan ini, maka kerancuan ini tidaklah akan terjadi.

3. Membiarkan Anak Menjadi Korban Televisi

Sesungguhnya keberadaan media informasi itu memberikan pengaruh yang nyata terhadap perilaku dan perbuatan anak. Diantara media ini yang paling berbahaya adalah televisi yang nyaris tidak ada satupun rumah yang tidak memilikinya.

Televisi memiliki pengaruh yang begitu luas bagi anak-anak dan orang dewasa, baik terhadap orang yang berwawasan luas maupun yang berwawasan terbatas.

Seorang peneliti yang bernama Blumer (Herbert George Blumer seorang ahli sosiologi Amerika yang dikenal dengan teori symbolic interactionism, wafat th 1987. Pent.) mengatakan :

“Lazimnya anak-anak, bahkan mayoritas orang dewasa pun, cenderung menerima segala informasi yang muncul di film-film dan tampak begitu nyata (real) tanpa bersikap kritis mempertanyakannya.

Mereka dapat mengingat materi tersebut dengan lebih baik... sampai-sampai pemikiran-pemikiran yang bernilai rendah saja ditelan mentah begitu saja...”

Banyak pendidik yang tidak ambil pusing anaknya telah ketagihan menonton televisi, padahal hal ini berpengaruh besar terhadap akhlaq dan fitrah mereka, sampai-sampai apa yang disebut denganbchannel anak-anak pun juga tidak luput dari konten yang berisi pemikiran-pemikiran jelek yang rentan diserap anak-anak dari tontonan mereka.

Bahkan kebanyakan film kartun pun mengandung kisah-kisah percintaan dan romantika, sampai-sampai terjadi diantara anjing atau hewan-hewan lainnya.

Tidaklah anda pernah menonton seekor kucing di dalam acara tersebut, dipertontonkan dengan begitu high fashionable... berhias dengan bulu mata lentik yang panjang dengan celak yang indah... buah dada yang menonjol... berjalan melenggak lenggok untuk menarik perhatian si kucing jantan...

Fokusnya adalah menampakkan kompetisi diantara wanita, dengan (memperlihatkan) mabuk-mabukkan, rokok, mencuri, menipu, berdusta dan sifat-sifat tak bermoral lainnya... semua tayangan model ini menyerbu dunia anak-anak dan mengotori fitrah anak yang secara asal terbebas dari kotoran ini... semua ini dilakukan dengan dalih “program anak-anak”.

Karena itulah anak-anak kita harus dilindungi dari device yang merusak ini.

Memang tidak diragukan lagi bahwa hal ini tidaklah mudah, namun tidak pula mustahil untuk dilakukan. Jika kita memang ingin menjaga akhlaq anak-anak kita dan mempersiapkan mereka untuk mengemban misi agama dan umat Islam.

Semoga Allah menolong kita di dalam melakukan ini semua.

4. Meninggalkan Tanggung Jawab Mendidik Anak dan Diserahkan Kepada Pembantu atau Pengasuh

Sesungguhnya diantara kesalahan paling berbahaya dan paling banyak terjadi di masyarakat kita yang tampak secara nyata adalah, fenomena sibuknya para ibu dari peran mendasarnya, yaitu menjaga rumah dan anak-anaknya.

Mereka sibuk dengan urusan-urusan yang tidak diragukan lagi lebih kecil urgensinya ketimbang mendidik anak, seperti bekerja di luar rumah, atau berlebihan melakukan kunjungan-kunjungan dan menghadiri pertemuan- pertemuan, atau sekedar bermalas-malasan dan tidak mau secara langsung menangani sendiri urusan anak-anak, padahal hal ini memberikan pengaruh yang besar terhadap kejiwaan sang anak dan value (nilai-nilai) yang diserap mereka.

Sebab, anak-anak kecil, mereka adalah yang pertama kali menjadi korban dari keluarnya ibu-ibu mereka untuk bekerja di luar rumah. Mereka kehilangan kasih sayang dan perhatian dari ibunya.

Seorang ibu (yang bekerja), bisa jadi ia meninggalkan anaknya untuk diserahkan kepada pembantunya, atau bisa jadi ia membawa anaknya ke tempat penitipan anak (day care). Semua kondisi ini, menyebabkan mereka kehilangan kasih seorang ibu.

Hal ini mengandung bahaya besar terhadap kejiwaan sang anak dan masa depannya. Karena ia tumbuh dalam keadaan kehilangan kasih sayang, sedangkan orang yang kehilangan sesuatu maka takkan bisa memberi. Anak pun akan bersikap keras terhadap anggota masyarakatnya, sehingga masyarakat pun akan hidup dalam keadaan terbengkalai, rapuh dan keras.

Tidaklah tersamar bahwa orang lain yang tidak mau menaruh perhatian terhadap pembinaan anak dan membiasakannya di atas akhlaq yang mulia sebagaimana perhatian keluarganya, maka hal ini dapat membawa kepada bencana terhadap anak dan juga terhadap masyarakatnya.

Bisa jadi pula pembantu (yang mengasuh anaknya) adalah wanita kafir, sehingga anak menyerap darinya penyimpangan aqidah atau akhlaq yang menyimpang, sehingga mau tidak mau anakpun terpengaruh dengannya.

Jika kita terpaksa mengambil pembantu, maka hendaknya cari yang muslimah dan baik dan kita upayakan agar pembantu tersebut tidak bersama dengan anak kecuali hanya sebentar saja, dan inipun ketika memang dalam keadaan terpaksa.

5. Pendidik Menampakkan Kelemahan Saat Mendidik Anak

Ini seringkali terjadi pada ummahât (ibu-ibu) meski terkadang juga terjadi pada bapak-bapak.

Misalnya ada seorang ibu yang mengatakan : “Ini anak sungguh membuatku repot, aku sudah tidak sanggup lagi. Aku ga tahu harus melakukan apa lagi!?” dan anaknya mendengar ucapannya ini, sehingga sang anak pun merasa bangga karena bisa membuat ibunya kesal dan ia terus berbuat bandel karena ia merasakan bahwa keberadaannya semakin diakui dengan caranya ini.

6. Berlebihan di dalam Menerapkan Reward and Punishment.

a. Punishment/Hukuman itu adalah sesuatu yang disyariatkan dan termasuk salah satu metode pendidikan yang efektif dan terkadang diperlukan oleh para pendidik. Namun ada orang-orang yang sangat berlebihan di dalam menggunakan metode ini sehingga cara ini malah membahayakan dan malah berakibat sebaliknya.

Kita mungkin pernah mendengar ada orang tua yang mengurung anaknya di kamar yang gelap gulita dalam waktu yang sangat lama ketika anak berbuat salah. Ada juga sebagian bapak tega mengikat anaknya ketika anaknya berbuat sesuatu yang dapat mengganggunya.

Padahal hukuman itu bertingkat-tingkat, mulai dari memandang anak dengan pandangan yang mengandung arti, sampai pada hukuman pukul.

Terkadang seorang pendidik tidak perlu sampai melebihi dari sekedar memandang (sebagai hukuman) terhadap sesuatu yang membuat kesal atau sampai harus berkata kasar.

Namun terkadang seorang pendidik terpaksa harus memberi hukuman pukul, akan tetapi ini adalah solusi terakhir.

Tidak perlu memberi hukuman pukul selama cara-cara lain masih bisa memberi manfaat.

Ada beberapa ketentuan di dalam memberi hukuman pukul pada anak, diantaranya :

- Tidak melakukan hukuman pukul kecuali segala cara sudah tidak berguna lagi.

- Tidak boleh memberi hukuman pukul dalam keadaan emosi atau sangat marah, karena dikhawatirkan bisa mencederai anak.

- Hukuman pukul dilakukan dengan menjauhi bagian-bagian tubuh yang dapat membahayakan seperti wajah, kepala dan dada.

- Hukuman pukul yang dilakukan pertama kali hendaknya tidak terlalu keras dan tidak sampai menyakitkan, tidak dilakukan lebih dari tiga kali kecuali jika terpaksa dan itupun tidak boleh lebih dari 10x pukulan.

- Tidak boleh memukul anak sebelum usia 10 tahun.

- Apabila anak melakukan kesalahan pertama, maka anak diberikan kesempatan untuk bertaubat dan meminta maaf atas perbuatannya.

Bagus pula apabila ada semacam penengah yang tampak membelanya agar tidak diberi hukuman pukul, sembari menuntut anak berjanji untuk tidak mengulanginya.

- Hendaknya pendidik sendiri yang memberikan hukuman pukul tersebut pada anak, tidak malah diserahkan kepada salah satu saudara atau temannya anak. Karena hal ini dapat menyebabkan anak membenci orang yang diminta menghukum dirinya dan menyimpan dendam padanya.

- Apabila anak sudah berusia baligh dan menginjak remaja, lalu pendidik merasa bahwa 10x pukulan sebagai hukuman tidaklah memadai untuk membuatnya jera, maka ia boleh menambahnya (sesuai dengan kebutuhan).

b. Reward (hadiah) juga merupakan salah satu metode pendidikan yang efektif.

Meski demikian, sepatutnya dilakukan sekedarnya saja dan tidak berlebihan menerapkannya. Karena bisa membuat anak bersifat materialistis. Dia tidak mau berbuat baik kecuali dengan syarat diberi hadiah.

Sepatutnya anak sudah dibiasakan untuk berbuat baik secara asal (dengan menumbuhkan rasa harap kepada Allah, pent.) dan terkadang boleh memberi mereka hadiah (sesuai kebutuhan dan kondisi).

7. Mengekang Anak Secara Berlebihan

Yaitu dengan tidak memberikan anak kesempatan untuk bermain, bersenang-senang dan bergerak.

Perbuatan ini bertentangan dengan tabiat/sifat dasar anak yang dapat mencederai kesehatannya, karena bermain bagi anak itu amatlah penting untuk pertumbuhannya secara baik.

Sesungguhnya bermain di tempat yang lapang dan luas termasuk perkara yang dapat menyokong pertumbuhan fisik anak dan menjaga kesehatannya.

Seyogyanya bapak tidak melarang anaknya bermain pasir saat sedang jalan-jalan di pantai atau di padang pasir.

Karena waktu tersebut adalah waktu untuk bersenang-senang dan bermain, bukan waktu untuk dikekang. Tidak ada waktu bagi anak-anak bisa bebas berekspresi tanpa ada kekangan kecuali di waktu mereka sedang berwisata seperti ini. Karena itu, hendaknya orang tua perlu membiarkan mereka bebas sesekali waktu.

8. Mendidik Anak Tidak Percaya Diri dan Merendahkan Martabatnya.

Ini adalah fenomena yang sudah jamak dilakukan para orang tua, ironis memang!

Padahal cara mendidik seperti ini bisa memberi pengaruh buruk bagi masa depan sang anak dan cara pandangnya terhadap dunia.

Karena anak yang dididik untuk tidak percaya diri, direndahkan martabatnya, kelak akan tumbuh menjadi sosok yang penakut, lemah dan tidak mampu menghadapi berbagai beban dan kesulitan hidup, bahkan meski ia sudah dewasa.

Hendaknya kita mempersiapkan anak-anak kita agar mampu (mandiri) melaksanakan tugas agama dan dunianya, dan hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan cara mendidik mereka untuk memiliki kepercayaan dan harga diri, namun tidak tertipu dan sombong.

Selain itu juga anak diikat dengan hal-hal yang mulia dan menjauhkannya dari hal-hal yang hina, sebagaimana contoh berikut ini :

Pada masa khalifah Hisyam bin Abdil Malik terjadi kekeringan di salah satu perkampungan, lalu kabilah kampung tersebut bermaksud menemui dan menghadap Khalifah Hisyam. Diantara mereka ada seorang anak berusia 14 tahun yang bernama Dirwas bin Habib.

Mereka pun berkerumun sehingga membuat Hisyam kewalahan. Tak sengaja mata Hisyam memandang Dirwas dan dia pun menganggapnya remeh, ia lalu berkata kepada penjaganya :

“Tidak ada seorang pun yang ingin menemuiku bisa bertemu, lah ini koq ada anak-anak pula?!”

Dirwas pun sadar bahwa yang dimaksud Khalifah adalah dirinya, lantas ia pun berkata :

“Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya keberadaanku di sini tidak untuk merendahkan Anda sedikitpun, bahkan akulah yang merasa dimuliakan.

Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang datang (mengharapkan) sesuatu sehingga mereka pun berkumpul.

Sesungguhnya perkataan itu diungkapkan sedangkan sikap diam itu mengandung sesuatu. Karena itulah suatu perkataan tidaklah bisa diketahui kecuali dengan mengungkapkannya.”

Hisyam pun takjub dengan ucapan anak ini lalu ia berkata :

“Ungkapkanlah tidak perlu takut!”

Dirwas lalu menjelaskan :

“Wahai Amirul Mu’minin, kami selama tiga tahun mengalami kekeringan, tahun pertama membuat lemak mencair, tahun kedua daging-daging pun termakan, dan tahun ketiga tulang-tulang pun mengeluarkan sumsumnya. Sedangkan Anda memiliki kelebihan harta.

(1) Jika harta itu milik Allah, maka bagikanlah kepada hamba-hamba Allah yang berhak.

(2) Jika harta itu milik hamba-hamba Allah, maka mengapa Anda menahannya dari mereka? 

 (3) Namun jika harta itu milik Anda, maka sedekahkanlah kepada mereka, karena Allah lah yang akan membalas orang-orang yang dermawan dalam bersedekah, dan Dia tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.

Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya kedudukan pemimpin terhadap rakyatnya itu seperti kedudukan ruh terhadap jasanya. Tidak ada kehidupan bagi jasad tanpa ruh.

Hisyam pun lalu berkata : 

“Anak ini tidak meninggalkan satupun yang bisa dijadikan alasan dari ketiga hal di atas (yaitu tentang harta, pent.).”

Maka Hisyam pun memerintahkan untuk membagi 100.000 Dirham kepada warga kampungnya, dan memerintahkan untuk memberi kepada Dirwas secara khusus sebesar 100.000 Dirham. Lalu Dirwas pun berkata :

“Wahai Amirul Mu’minin, aku kembalikan uang ini untuk bisa dibagikan kepada warga kampungku. Karena aku benci jika uang yang diberikan Amirul Mu’minin kepada mereka tidak mencukupi kebutuhan mereka.”

Hisyam lalu bertanya :

“Apakah kamu punya kebutuhan yang kau inginkan untuk dirimu sendiri?”

Dirwas menjawab :

“Aku tidak punya kebutuhan apapun  kecuali berkenaan dengan kebutuhan kaum muslimin secara umum.”

Perhatikanlah betapa percaya dirinya anak ini dan keberaniannya di dalam menyampaikan kebenaran.

0 Response to "KESALAHAN-KESALAHAN PENDIDIK"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak