Jadilah Ayah dan Ibu Yang Bisa Menjadi Uswatun Hasanah Buat Anak-anaknya

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman. 

JAGALAH KELUARGA

Saudara yang dirahmati Allah, tugas kita sebagai hamba Allah adalah melayani Allah, yaitu dengan beribadah kepada Allah. 

Alloh berfirman,

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku" (adz-dzaariyat:56)

Salah satu kewajiban sebagai ayah, sebagai ibu, sebagai suami, sebagai istri, adalah juga bagaimana menjaga keluarga kita dari kerusakan. Quu anfusakum wa ahlikum naaraa..

Jagalah keluarga semua, jagalah diri kalian dan keluarga kalian semua dari api neraka. Bilamana kacamata saudara hanya dunia, coba seimbangkan dengan akhirat. 

Akhirat ini adalah tempat kita sebenar-benarnya. Dunia ini bukan tempat kita.

Sebaik-baik persiapan adalah bagaimana dunia ini dijadikan alat, wasilah untuk negeri akhir kita. Ini yang kita akan bahas.

Ketika kita cerita tentang keluarga yang bahagia, apa yang kita pikirkan? Apa yang biasanya dilakukan keluarga bahagia mulai dari bangun tidur? 

Oke, misalkan saudara biasanya olahraga pagi. Jadi hidup bermula dari sport, dari olahraga. Saudara bener-bener perhatian sama keluarga diurusan keluarga. Bagus tidak? Bagus. Cakep. 

Alloh menyuruh, Rasul juga menyuruh kita sehat badan. Harus olahraga. Bisa berupa sepedaan, lari pagi, tenis lapangan, tenis meja, bulutangkis, badminton, apa lagi?

Nah, tapi ada lagi yang harus saudara pikirin. Ini juga yang saya pikirin. Sepedaan pagi-pagi, lari pagi, tenis, bulutangkis, ga salah. Dunia emang begini. Anak Saudara sekolah ga? 

Sekolah. Yang gede kuliah ga? Kuliah. Bini ke pasar ga? Ke pasar. Saudara juga kerja. Semuanya ‘dunia’. Jadikan ini akhirat juga donk.

 “Gimana caranya, Ustadz?”

Quu anfusakum wa ahlikum naaraa. Yang saudara pikirin jangan Cuma dunianya.

Saudara bangunin anak dari setengah empat. Jam 3.30 pagi, gubrak-gubrakin, bangunin anak-anak kita. Kita sholat malam.

Tembusin sampai shubuh, shubuh dimasjid. Tembusin terus dengan olahraga pagi.

Lari pagi, sport, segala macem. Ntar ingetin, begitu zuhur, sholat zuhur. Enteng deh semua hidup ini. Kitanya aja yang menganggap sesuatu tuh berat. 

Enak, kok. Mata kita lagi sepet-sepetnya, pas kena air wudhu langsung segar. Subhanalloh.

Terus, ingatkan juga pada mereka semua, untuk tidak main-main dengan neraka. Kalau ada ngajak maksiat, bilang sama dia, “Allah menyuruh saya meninggalkan ini”.

Kalau ada yang ngajak maksiat, inget ntar matinya pegimana. Coba tuh ya, mati ditengah-tengah konser. Waduh, saya ga kepikiran tuh. Duit emang duit Saudara. Tapi, kata siapa itu duit Allah. Kebayang tuh lagi konser, pas disitu ada yang nowel di sebelah.

 “Waktunya pulang”.

 “Pulang bagaimana? Orang baru main.”

 “Pulang! Saya Izrail”.

 Nah lho... Repot dah. Izrail ada disebelahnya, ngajak pulang. Saudara lagi di tengah- tengah konser. Laa ilaha ilallah. MasyaAllah. Ibu sama anak lagi nih yang nonton konser, pakai jilbab lagi. Aduh.

Saudara nonton bola. Nonton bola boleh ga? Boleh. Jadi ibadah ga? Jadi ibadah. Asal jangan tarohan aja. Baca bismillah. 

Bismillah ya, nih olahraga supaya anak kita juga demen olahraga segala macem. Tapi, Saudara lupa shalat. Ashar lewat, maghrib lewat, isya lewat, ya udah, wassalam dah tuh.

Pernah terjadi di Indonesia. Tuan rumahnya Indonesia. Main bolanya mulai jam 15:30 sore. Kira-kira bagaimana tuh? Pas lagi penalti, adzan. Pantes bae kita kalah.

Coba dong, sebagai tuan rumah , kita berhak bilang, “Maaf nih, kita sama-sama shalat maghrib berjamaah dulu”.

Shalat berjamah dulu tuh di Gelora Bung Karno. Siapa yang jadi imamnya? Wasitnya kek.

Lalu terusin dzikirnya sampai kelar. Lanjut ba’diyah jam setengah tujuh. Abis itu tanggung isya.

Tunggu isya dulu. Abis isya, makan malam dulu. InsyaAllah mah ngga jadi main. Hehehe.

Silahkan saudara ambil dunia. Udah tuh buat saudara. Ambil! Saudara yang demen basket, main gih dah. Saudara demen renang, gih dah berenang. Tapi kita kudu pikirin, dengan berenang ini, bagaimana supaya Allah ga marah di akhirat? Kita sehat gara-gara berenang , tapi Allah liat kita buka-bukaan aurat depan orang lain. Nah, ini perlu kita seimbangkan. Quu anfusakum wa ahlikum naaraa.

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya Kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan".( At Tahriim:6 ).

PENDIDIKAN ANAK

Kalau kita ingin bikin bangsa Indonesia ini menjadi maju, bersih, InsyaAllah kita bisa. Saya sih ga mau jadi the loser yang kemudian beranggapan seperti ini, “udahlah, kita korbanin generasi sekarang, kita bentuk lagi generasi yang akan datang.”

Ga! InsyaAllah kita masih bisa menyelamatkan generasi yang sekarang. Karena, generasi yang sekarang, isinya ya kita. Generasi masa depan itu, barulah anak-anak kita. Jadi, kitanya aja coba untuk hidup straight. Lempeng, lurus semampu kita.

Jangan jadi bagian konspirasi, jangan jadi bagian kejahatan, jangan kemudian kita enteng, ringan berbuat dosa. Kita semena-mena terhadap mata, telinga, mulut, hati, dan pikiran kita. Rezeki yang di anugerahkan Allah Subhanahu wata'ala. Kita kemudian gunakan untuk kepentingan dosa dan maksiat. Jangan sampai . Kita harus berusaha menjadi umat terbaik.

Tapi, yang sangat tidak boleh kita lupakan adalah PENDIDIKAN ANAK-ANAK KITA. Dari awal anak-anak kita sudah kita ajari jujur, mana hak kamu, mana hak orang lain.

Ada satu ayat yang sudah menginsafkan saya, ketika hidup silih berganti dengan banyak masalah, yaitu surat an-Nisaa’ ayat 56.

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat kami, kelak kami akan masukan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit metraeka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".(An-Nisaa: 56 )

Kan ada orang yang masalahnya silih berganti ya? Dapat masalah A, kemudian selesai.

Eh dapat lagi masalah B. Masalah B selesai, dapat masalah C. masalah C selesai, ganti masalahD. D selesai, jadiE. E jadi F, eh balik lagi punya kasus A. Ada loh orang-orang seperti ini. Dia ga pernah keluar dari masalah. Hidupnya masalah melulu. Walaupun saya bilang hidup itu memang ujian, tapi engga banget deh kalau hidup isinya masalah melulu.

SD itu 6 tahun, ujianya kira-kira enam hari. SMP 3 tahun, ujianya tiga hari. SMA, gitu juga sama . Kalau misalkan, Saudara di SD 6 tahun tapi ujianya 6 tahun, itu sekolah atau apa? Sekolah kok isinya ujian melulu? Bisa jadi judulnya bukan ujian. Tapi judulnya adzab.

Nah, jangan sampai nih ayat ini kita kena di dunia. Kullamaa nadhijat juluuduhum baddalnaahum juluudan ghairahaa. Setiap kali kulitnya terkelupas, kami ganti dengan kulit yang lain...

 Liyadzuuqul adzaab, supaya mereka merasakan azab. Saya berdo’a, mudah-mudahan masalah yang menimpa Saudara bukan adzab ya, tapi ujian. Tapi, kalau misalkan saudara pernah menyentuh dosa-dosa besar, lalu masalah yang menimpa saudara itu kategorinya menjadi adzab, nah ini yang bahaya.

Dalam pekerjaan ada kalanya orang kerja tiba-tiba harus di –PHK. Dia di-PHK bukan karena kesalahan dia, tapi karena perusahan bangkrut, misalkan. Kalao sebab PHK-nya seperti ini, itu namanya ujian. Tapi, ada kemudian karyawan yang di-PHK karena kesalahanya. Nah itu bukan ujian, melainkan hukuman. Kira-kira, kalau orang belajar, perlu diuji tidak? Perlu. Tapi kalau anak nakal, perlu dihukum tidak?

Pertama dikasih tau dulu. Itu namanya peringatan. Ada tuh, peringatan dari Allah Subhanahu wata'ala.

Tapi, kalau peringatan demi peringatan saudara tidak nerap, atau Saudara kemudian tidak paham peringatan itu, maka peringatan itu berubah menjadi hukuman.

Situasi sebaliknya adalah jika saudara punya banyak anugerah, kan ada orang yang bilang begini, “MasyaAllah, tahun ini luar biasa. Saya pergi haji, anak saya lulus kuliah, anak nomer dua punya anak”. 

Ada juga yang bilang , “Tahun ini juga, masya Alloh, suami saya dapat promosi karir”. 

 “kok adzab sih, ustad?”

Kita udah belajar tentang istidraj. Ternyata, dia pergi haji pakai duit korupsi. Waktu dia jadi manajer aja dia udah berani . Begitu jadi GM, kebayang kan, seperti apa dia bakalan sengornya sama Allah? Bakalan korupsinya kayak apa? Belum diangkat jadi direktur aja, ‘daya jelajahnya’ udah subhanallah. Begitu kemudian diangkat jadi direktur, kekuasaan ada ditangan dia, waduuuuh, ga kebayang deh. Nah, yang begini nih adzab juga. Li yadzuuqul adzaab.

Belum tau lho, orang pergi haji itu nikmat. Ada yang begitu masuk ke Jeddah, udah dipenjara di Jeddah. Yang lain pada keluar, dia ga bisa keluar. Kira-kira gimana ceritanya? Dinegeri orang lagi.

Ada aja judulnya. Ngantri makan, abis. Ngantri makanan, abis. Lalu dia marah-marah, “Saya udah bayar nih, makanan ga pernah dapet”.

Dia lupa tuh, Allah yang bikin dia ga makan. Allah ga mau ngasih dia makan. Ga ada rezekinya. Asal masuk masjidil haram, nyasar melulu. Bisa lho, haji itu siksaan. Umrah tuh bisa siksaan buat dia.

Tapi jangan sampai kejadian begini nih. Muncul temen sekamar umrah sambil bilang,

“Subhanallah gue nyasar lho”.

 “Tobat, lo! Dosa apa lho didunia”.

Waduh, Saudara bakal ditabokin sama temen tuh.

Jangan, nih ya. Yang kaya begini nih pelajaran buat diri kita aja. Buat diri kita sendiri aja.

Ada juga orang umrah, masuk ke Mekkahnya telat, pulang dari mekkah juga telat.

Begitu sampai dibandara, tiketnya ga cocok. Jamaah semua pada pulang. Saudara sama bini ga pulang. Bisa jadi itu ujian. Tapi saudara kudu tetep mikir juga, ini adzab atau bukan? Kalau saudara langsung ngeh. Saudara langsung istighfar.

Tapi, ada orang-orang yang ga tau, dan ada orang yang tidak menyadari. Mudah-mudahan dengan pembahasahan ini, kita jadi menyadari. Mudah-mudahan kita bisa berangkat umrah atau haji, tapi dalam keadaan duit kita bener, dan dosa kita udah diampuni. InsyaAllah.

 “Ustadz, kalau gitu, saya takut pergi haji”.

Ga Usah takut. Allah maha pengampun kok. Allah maha pengampun.

Ada juga orang-orang yang posisinya banyak memperoleh anugerah. Bisa jadi itu sebener-benernya anugerah. Nah itu adanya di mana? Mari kita lihat.

"Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan kami masukan mereka ke dalam surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka didalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci , dan kami masukan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman". ( An-Nisaa:57 )

Mudah-mudahan, kita dalam keadaan diberi anugerah oleh Allah. Jangan juga khawatir, saudara, kalau kita dihukum, itu juga bukan berarti Allah murka, bisa jadi Allah sayang sama kita. Kan kita pengen ‘dibersihin’ kan? Kita pengen diampuni dosanya. Kita selalu berdoa minta dikasihi, minta disayangin. Sebenarnya ya seperti itulah. Kayak kita sama orang tua. Ada anak dihukum sama orang tuanya. Abis dihukum, anak itu dipeluk.

 “Emak tuh sayang sama elo”.

Gitu kan ya? Kita sambil nangis-nangis, disuapin sama emak kita lagi. Subhanallah.

Dibagi duit lagi, ya Allah. Saya sering tuh, waktu kecil dikunciin digudang. Beneran alhamdulillah, nenek saya tuh lupa. Gudangnya gudang makanan. Jadi kenyang juga , hehehe.

Nostalgia waktu kecil, saya tuh orangnya nakal, nakalnya nakal anak-anak. Taulah saya, orang tua menghukum bukan karena marah. Orang tua menghukum tuh karena sayang, karena pengen anaknya jadi yang terbaik.

Di bagian ini kita akan belajar bagaimana mendidik anak menjadi anak yang jujur dan berkualitas. Negeri ini harus diwarisi sama anak-anak kita yang ga doyan rejeki yang haram.

Pengenya halal, ga doyan maksiat, pengenya ibadah. Nah, gimana cara mendidik anak  yang bener?

Nomor satu adalah uswatun khasanah. Kita udah jadi uswatun khasanah belum buat anak- anak kita? Jangan-jangan kita malah jadi uswatun sayyiah. Contoh yang buruk.

Kalau kita pengen anak kita menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, nomer satu, jadilah ayah dan ibu yang bisa menjadi uswatun hasanah buat anak-anak. Jangansampai kita ngajarin anak kita yang ga bener , dari hal-hal kecil. Nih misal kita lagi makan di restoran sama keluarga. Terus, di meja lain, ada sekeluarga yang lagi makan juga. Orang itu naroh BB dimeja.

Terus, sebagai bapak, kita bilang sama anak-anak, “eh, doa yuk”.

“Doa apa, pak?”

 “Tuh liat tuh, dikanan ada yang naroh HP. Kita doain biar dia lupa”.

 Jadi bapak ngajarin doanya begitu!

 Terus orang ini keluar dari restoran dan BB nya bener-bener ketinggalan. Apa kata kita sebagai bapak yang bejad nih?

“ sono, ambil. Doa kita udah dikabul”.

 Astaghfirullah.

Ada juga orang-orang yang nemu duit. Anaknya yang suruh ngambil.

“Cepet, cepet! Sebelum ketauan orang, ambil!”

 Jangan gitu, Bos.

Kalau lagi nyetir tuh perhatiin. Saudara nyetir sendiri aja harus hati-hati, apalagi nyetir sama anak. Slow, ya. Ketemu pertigaan, ada orang yang mau nyodok. Kita bilang sama anak, “biar dia lewat dulu”. Aman, baru kita jalan. Itu uswatun hasanah.

Perilaku itu ngaruh, lho. Sudara bawain rezeki ke meja makan. Jangan sangka anak ga bakal jadi ‘jagoan’. Bakal jadi ‘jagoan’ dia, bakal ngelawan kita. Kan kita ga bilang bahwa makanan ini dari harta haram, dari hasil nyolong, dari hasil maling, hasil korupsi, ga bilang kan? Tapi, ‘rasa’ itu ngalir, anak kita bakal ngelawan kita. Sekali lagi, nomor satu uswatun hasanah. Saudaramau nyuruh anak ke masjid, gimana caranya? Gampang. Saudara pake aja baju koko. Saudara pake aja kain sarung. Anak nalurinya pasti ikut kita.

 “Aba ke mana, Ba?”

 “Ke masjid”.

 “ Ikut ya, Ba”.

Seorang ibu pengen anak bisa pakai mukena. Gimana? Gausah diajarin how to use mukena. Terus gimana caranya? Ibu beli mukena untuk ibu. Lalu, ibu shalat. Taroh aja sajadahnya sama mukena diatasnya, dalam keadaan sajadah dilipat dan mukena pun masih di atas. Anak ini, belive or not, akan membuka sajadahnya sendiri dan menggunakan mukena ke badanya sendiri. Paling kita ngebener-benerin gitu, mukenanya miring, kita lempengin.

 “ Miring ini mukenanya, Sayang..”

 Ah... masyaAllah. Enak bener peristiwa ini.

Nah, buat yang belum pada nikah, niatin begini, “ Ya Allah, kalau saya nikah dan punya anak, saya akan bawa anak saya ke masjid insyaAllah.” InsyaAllah saudara bakalan punya anak.

Bakalan menikah.

 Nomer satu uswatun hasanah. Kalau anak ngeliat saudara ngelawan orang tua, artinya anak ngeliat neneknya dimaki-maki sama saudara. Kira-kira nih anak gedenya bakal maki-maki saudara ga? Bakal maki-maki saudara. Uswatun hasanah itu penting

Kalau kita bicara konsep negara, negara ini udah ilang uswatun hasanah-nya. Dari mulai pimpinan partai, kita udah ga tau deh bener apa kaga. Pimpinan pemerintahan, pimpinan negara, uswatun hasanah-nya lagi langka. Kita rakyat disuruh hidup hemat. tapi, kalo kita lihat pejabat, sekali dia berangkat, pengawalnya dibelakang berapa mobil? Depanya berapa?

Kita sebagai rakyat bilang,

“Gue aja disuruh hemat, elu pimpinan pade begitu kelakuanya.”

Ketika pemimpin negara beserta rombongan iring-iringanya lewat, rakyat disuruh minggir. Berhentinya aja dua puluh menit. Ji, ntar saya kalau jadi presiden ga bakal begitu, ga bakalan ganggu jalanan. Saya pakai helikopter aja udah. Turunya pakai tali deh. Ribet ya?

Hehehe. Lah, gimana coba kendaraan berhentinya dua puluh menit?

 Di tingkat RT, RW, kita juga kehilangan uswatun hasanah. Kita sebagai warga disuruh siskamling mulu, RT-nya kaga, misalnya begitu. Tapi kalo kita liat RT-nya turun, kita turun ga?

 “Tetep ga turun.”

Ya itu mah saudara males. Pak RT udah jadi uswatun hasanah, saudara tetep aja gitu.

 “Eh, ane bayar aja, deh. Ga usah dateng siskamling”

Yeee , saudara pakai duit. Padahal judulnya bukan duit. Ini judulnya kebersamaan.

Demen tuh saya. Umpama, suatu saat saya jadi presiden, saya pengen naik motor, tuh.

Keliling naik motor, insyaAllah. Kalau ada musuh, itu urusan Allah. Ada orang mau nembak, itu mah urusan Allah, Kita pengen sekali-kali datangin tukang lontong, nyapa mereka. Nanyain kabar mereka. InsyaAllah, pingsan tuh tukang lontong.

“Bapak... Bapak... kok Pak Presiden ke sini?”

 Hehehe..

Ngeliat Pak Presiden atau gubernur atau bupati jadi uswatun hasanah, masyaAllah.

Diperusahaan juga perlu ada uswatun hasanah dari pimpinan. Kita akan sangat senang, kalau pimpinan kita menyapa kita, walaupun kita orang kecil diperusahaan.

 Begitu turun mobil, dipintu masuk, 

 “Assalamu’alaikum, Pak Zaenal?”

 “Wa’alaikumsalam... Ya Allah... Bapak kok tau nama saya?”

 “Iya ,ada disitu namanya. Di papan nama yang bapak pake, hehe. Bagaimana kabar anaknya?”

 “MasyaAllah.”

 “Kenapa emang?”

 “Eh... anak saya masih sakit, pak.”

 “Ya udah ya, nanti kamu ke ruangan saya. Mudah-mudahan Allah kasih rezeki kamu buat anak kamu, ya”

 “Ya Allah Pak, makasih ya, saya emang lagi butuh banget.”

Terus si karyawan datang ke pemimpin, ke ruang atasan nih.

 Tok.... tok....

 “Assalamu’alaikum, Pak.”

“Wa’alaikumsalam...”

 “Bapak nyuruh saya datang kesini?”

 “Iya. Duduk, saya mau doain.”

 “Doain doang, Pak? Doa mah, perasaan bisa sendiri deh, Pak.”

 “Doa itu penting, ya.”

Nih lho,pimpinan ngajarin. Masalah doa kan masalah pengajaran. ”Doa itu juga penting, mari kita berdoa, mudah-mudahan Allah Subhanahu wata'ala nyembuhin anak kamu. Mari kita doa”.

Doa deh. Doa, terus keluarin cepek-an. “Nih buat buat nambahin biaya obat anak kamu.”

 “ Wah, Subhanallah!”

Tuh, kalau pimpinan kayak gitu. Udah keren, deh.

Keluarga yang kita omongin sebelumnya itu adalah yang spektrumnya lebih besar lagi.

Jadi, bukan keluarga yang ada didalam keluarga kita. Kita lagi bicara tentang mendidik anak menjadi generasi tangguh di masa akan datang, generasi yang tidak kena matematika haram,

kenalnya matematika yang halal saja. Tidak mengenal apa yang namanya dosa untuk kemudian dia menjadi ahli dosa, tapi dia mengenal dosa dan dia hindari itu dosa. InsyaAllah.

Nomer satu, uswatun hasanah. Kita menjadi contoh yang baik buat anak-anak kita.

Kita pengen anak kita bangun pagi, kitanya ga bangun pagi. Ya mana bisa? Anak pasti

nyontoh kita. Anak nyontoh kita yang setiap libur, tidur panjang. Ya udah, anak kita juga begitu. Anak kita akan melihat pembenaran apa yang kita lakukn. Kita bangun pagi di hari

Sabtu atau hari Minggu dalam keadaan semangat, kita pun akan bilang, “Setiap Sabtu dan

Minggu bukan hari tidur tapi hari semangat!”

Kita ambil sapu, kita pada nyapu. Kita ambil sapu lidi lalu kita sapu jalanan. Yang punya mobil cuci mobilnya. Yang punya motor cuci motornya. Kalau tidak punya kita buka cucian mobil dan motor. Lumayan, kan? Kita bukanya sama anak kita. Ya siapa tau jadi cucian mobil dimasa yang akan datang?

Uswatun hasanah, contoh! Hari gini Bos, jadi pimpinan yang dicintai bawahanya atau jadi pimpinan yang dicintai rakyatnya adalah ketika ia dapat memberi contoh. Betul sih, naik busway keren beritanya keren , tapi dibelakangnya mobil dinas. Cakep sih , naik busway, jreeng, liputan sana, liputan sini, tapi belakangnya polisi ngawal, dan ada mobil dinasnya.

Yaah uswatun hasanah-nya jadi palsu. Kalau mau jadi uswatun hasanah, harus dari hati.

Kalo ga dari hati, itu namanya carmuk, cari muka sama rakyat, cari muka sama bawahan.

Kita jadi pimpinan kantor, pengen semua karyawan kantor datang pagi, kitalah jadi pimpinan dateng pagi. Kalu pengen bawahan rapi, kitalah pimpinan yang harus rapih duluan.

Saya pun begitu jadi ustadz. Di mana-mana, dalam sejarah pesantren diajarkan kyainya pun turun, ikut nyapu. Alhamdulillah, itu bukan sesuatu yang membuat kita menjadi turun harga, malah naik harga kita. Apalagi judulnya kita jadi ayah sama anak kita. uswatun hasanah ini penting, perlu, kalau uswatun hasanah sudah ada, separo perjalanan kita mendidik anak sudah beres.

Saya pengenya ya, orang mengenal indonesia sebagai negara yang tertib, disiplin, bersih, clear ga ada korupsi. Biar bisa tercapai, berangkatnya dari mana?

Home. Start from your home. Dari sini saudara memulai. Famili, keluarga. Kalau saudara bisa membuat keluarga anda terdidik, terlatih disiplin, lempeng lurus jalan hidupnya, maka InsyaAllah apa yang kita cita-citakan, Indonesia ini menjadi negara yang di segani karena bersih, disiplinya, tertibnya, InsyaAllah ini akan tercapai.

Waktu berangkat ke Dubai, saya melihat dua orang bule ngomong didepan saya. Dia pikir ga bisa bahasa Inggris kali, padahal ya begitu dah. Di bus yang mengangkut perjalanan dari loungeke pesawat, si bule ngomong tentang kejelekkan Indonesia aja. Ya Allah, alih-alih saya pengen ngingetin saya dengerin aja tuh bule berdua ngomong sampai habis. Akhirnya saya hanya hanya berdoa sama Allah. “Ya Allah mudah-mudahan negara saya tidak sejelek yang mereka katakan”.

Indonesia masih nyimpen pemimpin-pemimpin yang baik, yang shalih, insyaAllah. Masih bisalah Indonesia jadi negara maju, hukumnya tertib, dan segala macem, insyaAllah.

Kita mulai dari mana? Dari keluarga kita. Kalau keluarga kita udah ga peduli halal haram, gimana kita ngarepin keluarga yang lain bener? Gimana kita ngarepin keluarga Indonesia bener? Keluarga kita aja dulu.

Begitu ada ayam masuk ke pekarangan saudara, Saudara buru-buru kunci pintu depan.

Haha. Jangan dong! Ini baru belajar hal kecil lho. Kita punya anak ngintip nih dari pintu.

“Bapak ngapain tuh?” Ternyata dia liat bapaknya masukin ayam orang ke pekarangannya.

Anak ini yang ngintip ini nih mungkin suatu hari nanti jadi menteri keuangan atau menteri pertahanan. Kita nggak tau lho, anak kita bakal jadi apa. Yang kita perlu tau adalah kasih uswatun hasanah. Mulai dari keluarga anda, start from your family, start from home. Mulai dari sini.

Kita bilang sama adik, sama anak kita, kita musti bantu orang. Nasehat itu akan lebih hebat, kalau kita langsung bantu orang. Daripada omong-omongan doang.

Saya terbentuk menjadi Yusuf Mansur sekarang itu karena pengaruh dari keluarga.

Kakek buyut saya namanya Guru Mansur punya anak namanya Guru Iyo. Nenek saya ini, almarhum Guru Haji Iyo, masyaallah cakep banget, secakep-cakepnya orang deh. Kalau beli duren nih, dia beli yang busuk. Lah, orang beli yang cakep kan ya? Mana yang paling cakep, mana yang paling manis, mana yang paling enak, gitu kan? Nenek saya mah ga.

“Yang busuk-busuk siniin, sini saya beli, harga berapa?”

“Ah Bu Haji, ga usah. Kalau Bu Haji mau, ambil aja.”

“ Ga, kita bukan pemulung nih, Kita mau beli.”

Saya waktu kecil tuh ngeliat nenek saya bawa berkarung-karung duren busuk. Saya pikir-pikir, buat apa coba duren busuk? Ternyata sama nenek saya, dipernain tuh. Emang sih, keliatanya ga sopan. Tapi, dari satu duren busuk ga semuanya busuk. Ada aja yang bagus. Nah, bagian duren yang masih bagus ini dimasak sama dia, jadi kinca. Kalau udah masak kinca, bikinnya satu kuali gede, Zaman dulu kan kualinya gede.

Ini contoh nih, perbedaannya keluarga dulu sama keluarga sekarang. Sekarang, orang ga punya kuali gede. Kenapa emang? Pelit. Masak sayur negpas aja lima porsi. Dia anaknya tiga, sama bininya satu. Ga pernah tuh dia nyiapin yang gede. Kalau orang zaman dulu, masyaAllah penggorengan segede alaihim. Hah, itu yang namanya kuali, kayaknya segede istora Senayan, tuh. Hehe, Bener ini. Karena apa? Karena dia emang nyapin buat orang lain.

Pagi-pagi udah sibuk sana, sibuk sini. Kalau orang tua jaman dulu tuh, berangkat shalat subuh pakai kantong duit. Saya masih ngalamin tuh. Engkong-engkong saya gitu.. Dia pulang dari masjid, nyebar duit. Kalau kita sekarang malah ga kemasjid. Persoalannya bukan karena ga bawa duit, tapi emang ga mau ke masjid.

Saya liat tuh nenek saya begitu. Ga ada tuh yang sia-sia. Saya liat dari orang tua kita gitu. Semua jadi sesuatu, bermanfaat gitu. Duren tuh, kita bicara duren misalnya, itu semua manfaat. Betul gak? Dari mulai dagingnya, bijinya, sampai kulitnya aja bisa manfaat.

Jaman dulu kita pakai kayu bakar, itu si duren, kulitnya bisa kita jadiin kayu bakar.

Dan cerita tentang kayu bakar, demi Allah ya, saya tuh hafal. Di sore-sore tertentu ada orang-orang negtok.

Tok... tok...

“Mak Aji... Mak Aji.. “

Nenek saya udah paham tuh. Sepertinya ada bahasa yang tidak perlu lagi didengar dan diperdengarkan.

“ Udah tuh, udah saya siapin. Bawa deh, itu satu karung isinya kulit duren.”

Subahanallah. Ada bahasa- bahasa kayak gitu. Uswatun hasanah, Bos! Uswatun hasanah.

Kalau hari Jum’at siang waktu kecil saya menyaksikan orang-orang datang berbaris ke rumah. Bukan berbaris ngambil makanan, tapi berbaris bawa nampan. Mereka bawa makanan ke masjid. Makan tuh di masjid, sehingga bentukannya adalah saya.

Bukan karena pendidikan formal aja. Tapi juga masalah uswatun hasanah. Saya pernah ditabok sama guru saya. Karena nenek saya yang punya sekolah, saya lapor sama nenek saya kan.

“Mi... barusan saya ditabok Mi, sama guru...”

Laporlah kita kalau kita ditabok guru.

Nenek saya marah,

“Siapa yang nabokin kamu? Ayo!

Saya diajak ke guru saya,

“Ustadz, bener nih cucu saya ditabok?”

“Iya Mi, karena dia nakal.”

“Ya udah, sebelah lagi.”

Subahanallah, saya lapor bukannya dibelain, nenek saya malah suruh gurunya tabok sebelah lagi. Coba bayangin, tuh. Sehingga saya waktu kecil belajar, kita ga boleh belain yang salah. Itu ga perlu diomongin tuh.

Nenek saya kalau bangun jam dua. Makanya panjang umur. Mukana pas meninggal cakep. Pernah nih suatu saat dia manggil saya. Waktu itu saya sekolah Aliyah.

“An duduk sini, An, Umi nih lagi sebel.”

“Kenapa,Mi?”

“Cariin dah obat yang bikin Umi susah tidur.”

Hari gini orang nyari obat supaya tidur. Nenek saya malah bilang, cari obat yang bikin susah tidur.

“Kenapa Umi cari obat susah tidur?”

“Umi sebel… tidur mulu.”

Padahal, ketika dia sebut tidur melulu, dia bangunya udah jam tiga juga.

Orang kaya bilang gini, ‘rame’ kerjanya. Tapi giliran punya keinginan ga nyampe-

nyampe. Kalo orang jaman dulu tuh ‘sepi’ kerjanya. Tapi mau nembok ya nembok. Mau ngebangun ya bangun. Mau pergi haji ya pergi haji. Ga keliatan hebohnya. Kalau kita kan heboh. Kantongnya tebel , tapi isinya 10 krtu kredit. Ampun ya Allah.

Kita bicara uswatun hasanah. Kita mau bikin jadi apa anak kita? Mau bikin jadi jagoan lari, Saudara aja yang lari duluan, entar anak juga ngikut. Saudara hobi sepeda, pengen anak hobi sepeda. Gampang, uswatun hasanah. Anak ngeliat saudara ngerokok di depan dia, kira-kira ngerokok ga tuh anak? Insya Allah ngerokok, Ji. Insya Allah ngerokok.

Bos, uswatun hasanah ini, ada yang keliatan, ada yang ga keliatan tapi berasa. Pokoknya, judunya uswatun hasanah adalah perilaku. Perilaku , behavior kita. Perilaku kita ada yang tampak di depan anak, ada juga yang ga. Kita berzina di depan dia? Kan ga mungkin. Itu udah kelewatan kalo kita berzina didepan anak.

Kita bilang ke anak , “Elo jagain depan pintu. Kalo Emak datang, calling bapak.”

Ga mungkin, Bos! Ga mungkin banget. Kita melakukan di luar pengetahuan anak kita.

Itulah kita. Kita ngerokok di luar anak kita. Tapi, belive or not, perilaku itu ‘nyampe’ ke anak.

Misal, kita ribut sama bini, tapi ributnya ga didepan anak. Begitu anak dateng, kita baik sama bini.

“Eh Mama sayang, gimana kabarnya?”

Begitu anak pergi “Mama tuh begini… begitu… blab la bla.“ Mulai lagi berantemnya.

Bos perilaku ini ga bisa di boongin. Nyampe ke anak kita apa yang kita lakukan.

Ada uswatun hasanah yang keliatan, ada uswatun hasanah yang ga keliatan. Ada perilaku yang keliatan, ada perilaku yang ga keliatan. Termasuk ketika anda menutup rapat harta haram anda. Jangan sangka ini tidak berpengaruh pada anak Anda. Pengaruh, Bos. Malah dia lebih jago nanti. Anak macan, jadinya macan juga.

Nomer dua pendidikan. Ini ga bohong. Pendidikan nih ga bohong. Kita didik anak kita jadi anak yang jujur. Kalo sekarang kita nyebutnya pendidikan karakter. Nomer tiga adalah doa.

Nah, di doa ini, boleh kita harapkan.

Saya ingatkan diri saya dan saudara semua, kita ga perlu khawatir pada perilaku anak, selama satu. Saudara menjaga perilaku saudara. Yang ke dua kedua, tidak perlu khawatir pada perilaku anak, selama saudara memberikan pendidikan yang baik. Yang ketiga, saudara tidak perlu khawatir yang berlebihan pada perilaku anak, selama anak mendapat asupan doa dari saudara

Kapan saudara harus khawatir pada anak? Ketika saudara berhenti berdoa buat anak. Ketika saudara berhenti berdoa untuk anak, maka saat itulah saudara perlu khawatir. Namanya anak Pak, dia akan melewati fase kanan, kiri, kanan, kiri. Dan doa pula yang akan menarik lagi. Ada orang yang ngomong ke saya, saya aminkan kata orang begini. “Si Yusuf itu ibarat kambing, udah diiket sama doa emaknya.”

Itu saya aminin, tuh. Emak saya tuh, kta orang, udah ngiket saya dengan doa. Ibarat kata si anak kambing, mau kemana tuh kelepasnya, dia akan pulang dengan tali yang ditarik itu.

Saya pikir-pikir iya juga ya. Bener.. bener banget deh tuh. Ya Allah, bener.

Makanya ibu-ibu, Bapak-bapak, para pembaca semua, saudara perlu khawatir, manakala anak tidak memperoleh doa dari saudara. Kalau dia sekarang ke kanan, ke kiri, doyan nonton video porno, kemudian maksiat, udah lah jangan berhenti doa. Banyakin doa.

Ada satu kisah luar biasa. Pada saat itu, saya live di salah satu televisi. Ada kisah yang masyaAllah. Ada orang yang meninggal dunia usianya 70 tahun. Diumur 70 tahun inilah dia baru ke masjid, baru ngaji baru belajar alip-alipan, dan orang menandai bahwa orang ini meninggal dalam husnul khotimah. Dan orang mengetahui bahwa saat umur dia 69 ke bawah, dia jagoan maksiat bukan main. Pada saat meninggal ibunya ketika masih hidup, lalu bilang seperti ini,

 “Apa yang membuat husnul khatimah?”

Doa ibunya. Bayangkan ibunya meninggal diusia 56 tahun. Kadang-kadang kan kita suka putus asa dalam berdoa ya. Suami putus asa doain istri, “Gue udah gembleng, udah begini, udah begitu tetep aja ustadz, istri saya tetep aja begitu.”

Isteri sebaliknya, di putus asa terhadap suaminya, “Suami saya udah ga bisa berubah.”

Atau, kita orang tua putus asa terhadap anak-anak. Kita bilang ke orang lain, bahkan statement kita buruk pada orang lain, “Anak saya mah ga bakalan berubah. Udah karakternya begitu. Anak saya ga bakalan balik. Udah .”

Padahal liat nih, ibunya meninggal di 56 tahun. Tetangga kanan kiri, saudara deketnya bilang, ibunya berdoa agar anaknya menjadi anak yang shalih. Lalu, doa itu berubah. Si anak itu meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

Penuhi tiga-tiganya. uswatun hasanah oke, pendidikan oke, doa oke InsyaAllah kita akan mempunyai anak-anak yang lebih baik dari generasi kita.

”Ya tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)

0 Response to "Jadilah Ayah dan Ibu Yang Bisa Menjadi Uswatun Hasanah Buat Anak-anaknya "

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak