PUBLIC SPEAKING

KEBUTUHAN DAN TANGGUNG JAWAB BERBICARA DI DEPAN PUBLIK

Kita lahir di tengah masyarakat, di mana percakapan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kita belajar berbicara, mendengarkan, berinteraksi, atau belajar kapan harus bereaksi atau tidak bereaksi, semuanya merupakan hal biasa. 

Kita belajar mengembangkan kemampuan untuk menimbang masukan yang kita terima baik positif maupun negatif, di mana senyuman, anggukan, kerutan kening, pertanyaan, reaksi, dan gangguan, ditempatkan pada tempat seharusnya. Kita belajar bicara dengan orang lain dalam sebuah pembicaraan yang tertutup.

Dalam konteks pembicaraan yang intim seperti ini, kita merasa aman untuk menyampaikan pikiran-pikiran kita.

Hanya segelintir orang, yaitu orang-
orang terpilih saja, yang dipersiapkan, atau dilengkapi dengan kemampuan untuk berdiri sendiri, terpisah, dan berbicara sekelompok orang, yang merupakan satu kesatuan. 

Dalam pembicaraan biasa, baik antara seorang rekan dengan rekan lainnya, pembicaraan teman dengan teman, istri dengan suami, bawahan dengan atasan, pembeli dengan penjual. 

Anda mengetahui aturan mainnya. Anda bisa bicara dengan nada berwibawa atau penuh hormat, dengan nada simpatik atau melawan, dengan nada menghibur atau provokatif, tergantung dari situasi atau lawan bicara Anda. 

Karena Anda bicara dengan seseorang yang terus menerus memberikan masukan, maka dari waktu ke waktu, Anda bisa menyesuaikan reaksi Anda. Percakapan biasa bersifat dua arah, dan Anda bisa terbiasa dengan hal ini.

Akan tetapi, peran sebagai pembicara atau presenter menuntut model hubungan yang sama sekali berbeda.

Pertama-tama, proses memberi dan  menerima yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pembicaraan biasa, dalam presentasi berubah menjadi proses satu arah yang monolog. Di samping itu, begitu mulai berbicara di hadapan satu kolompok, secara otomatis Anda menjadi pimpinan dari kelompok tersebut. Anda tidak terbiasa dengan pengalaman seperti itu. Anda mungkin memperoleh masukan dari kelompok pendengar Anda.

Bisa berupa tawa, tepuk tangan,  ketidakpedulian, atau suara-suara berbisik. Apa pun masukan yang Anda peroleh, negatif atau positif, Anda harus terus berbicara.

Selama Anda terus berbicara, Anda diharapkan untuk bersikap seolah-olah Anda memimpin dan memegang kendali penuh.

Natalie Rogers (2004: 24), memaparkan bahwa beberapa aturan yang terkait dengan pembicara dan pendengar, yaitu sebagai Pembicara; 

(1) harus mengatakan sesuatu; 

(2) berdiri terpisah, dan menjadi pusat perhatian; 

(3) harus menyelesaikan pembicaraannya. 

Sedangkan, sebagai Pendengar; 

(1) tidak dituntut untuk melakukan apa-apa, kecuali duduk, diam dan memandang ke arah pendengar; 

(2) duduk bersama kelompok, seperti kacang di dalam cangkangnya;

(3) boleh mendengar boleh tidak. Setiap saat seorang pendengar bisa menengok pada teman di sampingnnya dan memberikan komentar, berdiri dan meninggalkan ruangan, melihat sejenak pada selembar koran, memandang seekor lalat yang terbang mendekati lilin, menutup mata sejenak, tidur, terlihat bosan, tidak peduli, atau mengambil buku dan secara terang-terangan membaca di hadapan Anda.

Jadi, jelas bahwa menjadi kelompok pendengar jauh lebih mudah. Di samping itu, kita pun sudah terlatih baik menjadi anggota kelompok pendengar. Paling tidak dua puluh tahun pertama dari kehidupan kita dihabiskan untuk belajar dan menerima, sebagai anggota kelompok pendengar. 

Tetapi pada masanya, terutama kalau Anda ingin meraih sukses dalam hidup, Anda harus berubah menjadi guru, pemberi, dan pemimpin. Kita mungkin melakukannya dengan baik di dalam lingkup yang akrab dalam lingkungan keluarga, di antara rekan kerja, atau dalam situasi di mana pembicaraan terjadi dua arah.

Tetapi, ketika diminta untuk memisahkan diri dari kelompok untuk berdiri sendiri, dan memberikan presentasi, banyak orang langsung merasa gelisah, dan mulai menunjukkan gejala-gejala tertekan.

Orang-orang yang takut bicara di depan publik biasanya berusaha menghindarinya. Kesempatan untuk berbicara di dalam suatu pertemuan kecil, betapa pun pendeknya, dilewatkan begitu saja, sehingga kemungkinan untuk belajar secara bertahap, hilang begitu saja.

Penghindaran demi penghindaran terus berlanjut; yang tadinya sekadar rasa kurang percaya diri dan kurang keahlian, berubah menjadi fobia nyata. Situasi yang buruk menjadi lebih buruk.

Pada hakikatnya, semua orang dapat berbicara dengan gaya sendiri, dialek sesuka hati, karakter vokal sesuai dengan kepribadian, kapan dan di mana saja semua dinikmati tanpa ada beban, namun tidak semua orang memiliki keterampilan berbicara yang baik ketika di depan umum, dalam artian mampu berbicara dengan lancar dan menarik, beberapa orang justru gugup, grogi, gemetar dan bingung ketika berhadapan dengan orang banyak, padahal hampir di setiap pekerjaan keterampilan berbicara di depan umum wajib dimiliki.

Sebaiknya dipahami bahwa semua orang termasuk Anda, dapat berkomunikasi dengan baik, bisa menjadi pembicara publik tanpa memandang status, ekonomi, pendidikan, jabatan ataupun pekerjaan, karena dasarnya setiap orang memiliki sumber daya dalam diri sendiri untuk mencapai apa yang diinginkan. 

Public speaking merupakan salah satu bentuk seni berkomunikasi, diartikan sebagai suatu keterampilan seni berbicara di depan khalayak umum yang membuat seseorang lancar dan tepat dalam berbicara, mampu mengontrol emosi, memilih kata dan nada bicara, mampu mengendalikan suasana, serta menguasai materi atau bahan pembicaraan (Wakhyudi, 2019: 3)

RAGAM PUBLIC SPEAKING

Aktivitas berbicara di depan umum semakin banyak jenisnya, mulai dari MC, presenter, moderator, pidato, ceramah, khotbah, stand up comedy, talk show dan lain sebagainya. Berikut beberapa ragam public speaking yang ada saat ini:

1. Master of Ceremony (MC)

Menurut Wakhyudi (2019: 162) public speaking atau Master of Ceremony atau yang biasa dikenal dengan singkatan MC adalah seseorang yang memimpin suatu rentetan acara secara teratur dan rapi, mulai dari awal hingga akhir acara. Kemampuan MC menjadi penentu apakah acara akan berlangsung menarik dan sukses, atau justru sebaliknya, tidak menarik dan berantakan.

Oleh karena itu, seseorang yang menjadi MC harus menguasai seluruh aspek yang memengaruhi kelancaran acara, karena ia laksana seorang sutradara dalam suatu pementasan acara. 

Saat ini, MC dipadankan dengan beberapa istilah, di antaranya pemandu acara, pembawa acara, pranata acara, atau host dalam acara hiburan. 

MC sendiri merupakan seni membawakan acara dengan bahasa lisan yang efektif dan menggunakan vocal yang jelas, didukung oleh penggunaan bahasa tubuh. 

Bahkan ada yang mengatakan bahwa seorang MC adalah seniman kata-kata dan seniman bahasa tubuh.

Seorang MC dituntut memenuhi beberapa persyaratan seperti berkepribadian baik, memiliki inteligensi yang tinggi, berpenampilan atraktif dan simpatik, memiliki wawasan yang baik, memiliki jiwa kepemimpinan, tanggap dan cekatan, memiliki kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang baik, mempunyai naluri antisipasi yang baik, dan sebagainya. 

Sebagai komunikator, seorang MC harus mampu membuat ucapan yang disampaikan menarik perhatian dan mudah dipahami audiens. Seorang MC harus menyampaikan dengan bahasa lisan. Tentunya hal tersebut akan berbeda dengan membaca bahasa tulisan atau naskah. 

MC adalah komunikator, pengendali dan pengontrol acara ia bertanggung jawab atas suksesnya suatu acara sesuai dengan yang direncanakan.

Kelancaran acara tergantung pada kesiapan, kesigapan dan kecakapan MC selaku pemimpin acara. Selain itu MC adalah orang yang pertama kali berbicara di atas panggung untuk membuka acara, sehingga dibutuhkan sikap yang baik badan menyenangkan. 

Oleh karena itu, tanggung jawab MC yang pertama ialah harus mampu menarik perhatian audiens agar audiens merasa terlibat dalam acara tersebut  

Kesan pertama yang positif dapat dimunculkan dengan menjaga penampilan diri. Menjaga penampilan diri berarti MC harus tampil dengan dinamis dan energik. Dinamis artinya MC harus menyesuaikan pakaian yang dikenakan dengan situasi dan kondisi acara. Energik berarti penampilan harus atraktif dan bersemangat. Energik juga diartikan bahwa MC harus tampak siap berkomunikasi dengan wajah yang segar, sikap yang ramah dan senyuman yang menawan.

Dengan sikap ramah MC dapat membangun suasana keakraban dengan audiens, sehingga terwujud komunikasi yang harmonis. Sementara senyuman adalah senjata pergaulan yang mampu memberikan kekuatan dahsyat dan pesona yang luar biasa sebagai perekat hubungan antar manusia. Senyuman yang diberikan kepada audiens akan memperindah penampilan Anda dan mencairkan ketegangan atau keseriusan yang sedang berlangsung.

Setelah menarik perhatian audiens agar merasa terlibat dalam acara, tanggung jawab Anda selanjutnya sebagai MC harus bisa mengendalikan acara sesuai dengan waktu dan susunan acara yang telah direncanakan. Dalam hal ini MC juga bertanggung jawab pada ketepatan waktu dimulai dan diakhirinya acara.

MC juga harus dapat menghidupkan suasana di tengah audiens agar mereka tidak merasa jenuh. MC juga harus memperkenalkan pembicara kepada audiens. Karena inilah MC harus mengenal lebih mendalam profil dan latar belakang pembicara, seperti nama lengkap, gelar akademik, profesi, jabatan, prestasi dan sebagainya.

2. Moderator

Secara umum, moderator diartikan sebagai orang yang bertugas mengatur jalannya diskusi dengan tertib dan tetap sesuai permasalahan yang dibahas. Moderator sering kita jumpai dalam acara diskusi atau debat.

Moderator sangat berbeda dengan MC. Moderator adalah pemegang kendali di sesi tertentu dalam sebuah kegiatan, sedangkan MC adalah pemegang kendali seluruh kegiatan, bahkan moderator baru bisa mendapatkan kendali apabila dia sudah disilakan oleh MC (Wakhyudi, 2019: 173)

Selaian bertugas membuka dan menutup diskusi, monderator bertanggung jawab mengondisikan diskusi agar dinamis, menyenangkan, dan produktif. Sebagai orang yang paling berkuasa mengatur jalannya debat atau diskusi, moderator berhak untuk menentukan siapa yang bisa bertanya kepada pemateri atau narasumber. 

Berbeda dengan MC, moderator memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Oleh karena itu, untuk menjadi moderator harus memiliki keterampilan lebih, selain bertugas memimpin jalannya diskusi, seorang moderator juga harus mampu menjalankan beberapa tugas lain seperti menjadi penengah antara penyaji dan peserta diskusi, mengenal pribadi orang yang ikut diskusi, berbicara dengan baik dan benar, bersikap arif dan bijaksana serta mengucapkan kata dan kalimat dengan jelas.

3. Presentasi

Menurut Wakhyudi (2019: 183), presentasi adalah kegiatan yang dilakukan seorang pembicara secara langsung kepada audiens agar mereka memahami pesan yang disampaikan. Secara istilah, presentasi adalah kegiatan pengajuan suatu topik, pendapat, atau informasi kepada orang lain. Berbeda dengan pidato yang lebih sering dilakukan di forum resmi dan politik. Presentasi lebih sering dilakukan dalam lingkup bisnis atau pendidikan.

Tentu pernah mendengar satu ungkapan ini “yang terpenting bukanlah apa yang sampaikan, melainkan bagaimana cara menyampaikannya”. 

Hal ini menegaskan bahwa rahasia ‘penyampaian sebuah pesan ialah bagaimana cara menyampaikan’. Artinya baik tidaknya pembicara tergantung bagaimana cara ia menyampaikan pesan kepada audiens. 

Karena itu, penting untuk sekreatif mungkin mengemas pesan agar dapat menarik sekaligus mudah dipahami audiens.

Setiap presentasi memerlukan sebuah struktur.

Sekalipun meterinya baik, jika tidak disusun dengan baik, presentasi tidak akan efektif. Struktur yang baik diperlukan karena pendengar hanya memiliki satu kesempatan untuk memahami setiap pesan yang disampaikan. Dengan struktur yang baik, dapat dibuat rambu-rambu yang akan membantu audiens dalam mengikuti pembicaran. Sebuah struktur yang baik memiliki kriteria yang mampu menarik perhatian audiens.

4. Pidato

Pidato merupakan suatu kegiatan berbicara di depan publik yang disampaikan dengan susunan atau rancangan untuk mengungkapkan suatu gagasan.

Berpidato adalah komunikasi antara pembicara dengan audiens.

Umumnya, kegiatan berpidato memiliki tiga tujuan. Pertama, memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatubtindakan sesuai dengan yang diharapkan. Kedua, memberikan suatu pengetahuan atau informasi baru kepada orang lain. Ketiga, menghibur orang lain atau membuat orang lain bahagia.

Berdasarkan tujuannya, menurut Wakhyudi (2019: 195) pidato dikelompokkan menjadi lima jenis yaitu:

a) Pidato persuasif. Pidato yang bertujuan memengaruhi emosi pendegar agar melakukan suatu tindakan.

Jenis pidato ini banyak digunakan pada kegiatan keagamaan dan kampanye. Pembicara yang mahir memengaruhi audiens biasanya memiliki keahlian berbicara yang meyakinkan dan bersifat persuasif

b) Pidato argumentatif. Pidato yang bertujuan meyakinkan pendengar terkait kebenaran suatu pendapat

c) Pidato informatif. Pidato ini bertujuan meyampaikan suatu informasi kepada khalayak ramai. Informasi yang disampaikan lebih bersifat informasi baru atau yang belum pernah didengar audiens.

d) Pidato deskriptif. Pidato yang memiliki tujuan menggambarkan suatu keadaan atau peristiwa kepada audiens.

e) Pidato rekreatif. Pidato yang bertujuan menghibur audiens agar merasa senang mendengarkan pesan yang disampaikan pembicara.

5. Stand up comedy

Stand up comedy merupakan jenis public speaking yang digandrungi saat ini dari berbagai kalangan dan usia, karena jenis public speaking ini begitu menjamur di berbagai tempat dan suasana. Stand up comedy merupakan jenis public speaking yang sudah populer sejak dulu.

Keunikan tersebut terletak pada tujuan utamanya, yaitu ingin membuat penontonnya tertawa. Jika penontonnya tidak tertawa maka stand up comedy-nya dianggap gagal. Maka dari itu, orang yang pendai melakukan Stand up comedy masuk kategori pelawak atau komedian dengan sebutan komika.

Namun, tidak semua pelawak bisa menjadi komika, karena tidak semua komedian mampu melakukan stand up comedy. Denny Cagur, misalnya, presenter sekaligus pelawak ini tidak terbiasa melakukan Stand up comedy padahal lawakannya sangat menghibur. 

Hal ini disebabkan kelucuan atau lawakan Denny Cagur bersifat dialog, sedangkan Stand up comedy bersifat monolog atau pelawak tunggal. Begitu pula dengan para komika, belum tentu mampu menjadi lucu saat disuruh melucu dengan gaya dialog (Sihabuddin, 2019: 93)

Begitulah karakteristik Stand up comedy dibandingkan dengan jenis lawak dan jenis public speaking lainnya sehingga tidak semua orang mampu melakukannya. 

Orang yang terbiasa melakukan Stand up comedy pun harus melakukan persiapan khusus lawakan tunggalnya garing. Selain itu, sama dengan jenis public speaking lainnya Stand up comedy harus menjauhi kata-kata yang menyinggung SARA (Suku Agama Ras dan Antara Golongan).

Banyak yang harus dipersiapkan sebelum melakukan lawakan tunggal, namun yang paling penting adalah materi dari lawakan itu sendiri. Seorang komika harus memiliki kepekaan sosial terhadap sekitarnya dan up date terhadap isu-isu terkini di sosial media, media massa dan lainnya. 

Kepekaan dan updatenya terhadap informasi terbaru akan mendatangkan ide-ide yang bisa dibuat untuk melucu. Seorang komika sangat dianjurkan untuk menonton video-video komika lainnya sebagai bahan inspirasi bukan untuk menjiplak sebab hal-hal yang lucu kalau sudah basi tidak lucu lagi. 

Kecuali komika tersebut mengemasnya  dengan cara yang berbeda. Untuk menambah inspirasi, seorang komika bisa juga menonton acara-acara lawak dan sangat dianjurkan memiliki wawasan luas agar selalu ada ide untuk dijadikan bahan materi melakukan lawakan tunggal.

0 Response to "PUBLIC SPEAKING"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak