Sebab Dicabutnya Berkah

Sesungguhnya berkah atau keberkahan akan dicabut dari dalam kehidupan baik berkah umur, ilmu dan rezki. Banyak penyebab berkah akan dicabut, di antara sekian banyak maka apabila kita melakukan beberapa hal, diantaranya  yaitu :

1. Hilangnya Rasa Takut Kepada Allah

Tidak adanya sifat taqwa atau tidak adanya rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka tidak ada kebaikan dan berkah di dalam kehidupan kita, bahkan tidak mungkin kita dinamakan seseorang yang beriman. 

Seyogianya sifat seorang beriman adalah bertqawa yaitu takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala dimana, kapan dan dalam kondisi apa pun, serta harus menjauhkan diri dari segala siksaannya.

Prilaku taqwa tidak hanya sekedar slogan dalam terminologi ibadah semata, tapi lebih dari itu bahwa taqwa dalam arti yang luas harus dimaknai untuk mengaplikasikan dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Ingat bahwa taqwa sebagai kunci pembuka berkah untuk mencapai kebaikan baik di dunia maupun akhirat sebagaimana peringatan Allah Subhanahu wata'ala dalam QS. Al A’araf ayat 96.

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".

Keberkahan yang akan ditumpahkan kepada orang bertaqwa turun dari langit dan muncul dari bumi. Berkah dari langit bisa berupa hujan sedangkan berkah dari bumi adalah berupa tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, binatang ternak, tambang serta tercapainya kedamaian, ketentraman, keamanan dan keselamatan. 

Langit merupakan ibarat ayah sedangkan bumi adalah ibu, dari keduanya akan terwujud semua mamfaat dan kebaikan, dengan ciptaan dan aturan Allah subhanahu wa ta'ala.

Taqwa merupakan kunci melepaskan diri dari segala kesulitan dan keluar dari kesempitan serta dapat memudahkan segala macam persoalan.

Bertaqwa sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan, agar berkah dari langit turun dan segala kebaikan bumi terpencar.

Mari merenung sejenak sudahkah sifat taqwa itu bertahta pada diri kita masing-masing, kalau ada maka berkah kehidupan kita atau sebaliknya dicabut dari kehidupan baik berkah umur, ilmu dan maupun rezki. 

Jika berkah umur telah dicabut bisa jadi umur panjang tapi disiksa dengan berbagai macam penyakit bahkan kompilakasi, berilmu tapi tidak bertambah dan tidak ada tanda kesolehan dalam dirinya, dan banyak harta benda tapi habis karena pengeluaran yang tidak ada mamfaatnya atau mubazir.

2. Tidak Ikhlas Beramal

Berkah tidak akan ada jika air keikhlasan tidak disiram terhadap amal perbuatan dan ibadah. Tidak ada nilai rezki dan manisnya kehidupan yang dijalani bila tidak pernah merasakan lelah dan bersunguh-sungguh dalam pekerjaan, dengan tetesan penuh keringat dan tanpa bermalasan untuk selamanya karena mengharapkan kemulian Allah subhanahu wa ta'ala, dan tidak mengharapkan yang lain seperti pujian dari makhluk.

Ikhlas dalam bekerja dan beribadah tentu akan mendapatkan berkah, yaitu akan merasakan kebaikan dan nikmatnya hasil jerih payah yang dilakoni  hari demi hari di mana pun institusi atau tempat kita bekerja dan akan menjadikan jiwa tenang dan merasa legah. 

Saat itulah bahwa segala pengabdian dan amal kita tidak sia-sia selama hidup dunia. Tetapi sebaliknya jika rasa ikhlas sudah hilang bekerja hanya ingin mendapatkan sesuatu di luar hak-hak yang telah peruntukkan sesuai aturan yang berlaku, maka yang terjadi justru penyelewengan dan penyimpangan yang dijustifikasi oleh fikiran dan keinginan hawa nafsu kita sendiri.

Seperti ketika menerapkan peraturan mengetahui itu adalah salah tapi menyembunyikan kebenaran dengan cara rekayasa dan memutarbalikan fakta hukum, atau jabatan yang disandang untuk memperkaya pundi-pundi kantong.

Prinsip dasar dalam segala perbuatan adalah ikhlas tanpa keikhlasan tidak ada kebaikan dan keberkahan dalam perbuatan tersebut. Jiwa akan merasa lelah dalam menjalankan hidup ini, hidup terasa tidak berguna, segalanya menjadi sia-sia dan hampa karena zerro dari keikhlasan.

Kaum sufi mengatakan jika beribadah hanya ingin mendapatkan pahala maka kelak di akhirat Allah akan perintahkan kita untuk meminta perlindungan kepada pahala. 

Dalam sebuah hadis disebutkan suatu kebaikan dikerjakan untuk mengharapkan balasan pahala tidak akan mendapatkan apa-apa, sebagaimana hadis  Nasa’i :

إِنَّ اللَّهَ لا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang murni hanya untuk-Nya, dan dicari wajah Allah dengan amalan tersebut.” [HR. An-Nasa’I]

Prinsip dasar dalam ikhlas hanya mengharapkan ridha Allah dalam setiap perbuatan dan menjadikannya sebagai sudut pandang kita, sesungguhnya setiap perbuatan yang kecil sekalipun tetap diperhatikan Allah.

Jika kita telah mengesampingkan eksistensi Allah dalam segala pekerjaan, padahal senantiasa diawasi-Nya, dan tidak ada lagi kebaikan serta keberkahan dalam hidup. Maka hendaklah ikhlas dalam segala perbuatan agar hidup kembali dipenuhi kebaikan dan berkah, terjaga dan senantiasa mendapat pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala.

3. Tidak Menyebut Nama Allah dan Tidak Beribadah

Segala perbuatan hendaknya diawali dengan bacaan basmallah, jika tidak akan terputus untuk memperoleh keberkahan bahkan syetan ikut andil di dalamnya. 

Segala sesuatu yang berhubungan dan disertai syetan maka berkahnya terhapus. Oleh sebab itu nama Allah harus disebut dalam segala hal karena dengan menyertakan asma Allah akan membawa berkah, akan mengusir syetan, maka keberkahanpun tidak akan tertolak.

Namun bila tidak mengingat Allah dan menolak untuk beribadah kepadaNya, maka tidak ada kebaikan dan berkah dalam kehidupannya. 

Hidupnya akan sempit, tidak akan merasakan ketenangan dan kebahagian sebanyak apapun kenikmatan dunia yang akan diperoleh. 

Kehidupan yang sempit seakan-akan maknanya adalah kehidupan yang dilanda dengan kesusahan dan kesulitan.

Ketahuilah bahwa kehidupan sempit yang dijanjikan mungkin terjadi di dunia ini, di alam kubur maupun di akhirat kelak atau bahkan pada semuanya.

Oleh karena itu mengingat Allah, taat kepada-Nya, dan melaksanakan ibadah untuk-Nya adalah kebahagian yang sebenarnya, yang menjadikan manusia merasa tentram, aman, dan tenang di dalam kehidupan dunia, serta mendapat kemenangan di dalam kehidupan akhirat. 

Dengan demikian, maka kebaikan berada dalam perbuatan baik dan keberkahan adalah keberkahan dengan mengingat Allah swt dalam firman-Nya QS. Ar Ra’d ayat 28 :

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

4. Memakan Barang Haram

Harta tidak akan berkah jika didapat dari jalan yang haram, karena itulah yang akan menyebabkan menerima azab dari Allah. 

Setiap harta yang tidak baik menyebabkan terputusanya kebaikan dan berkah, serta menimbulkan kejahatan dan petaka kepada pemiliknya. Allah tidak akan memberkahi kesehatan, umur, anak dan tempat tinggalnya.

Seorang muslim diperintahkan untuk mencari harta yang halal, apa pun itu jenisnya dan bagaimana pun caranya selama tidak dengan cara yang haram, jangan takut atau malu untuk berbuat demikian. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda :

طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya : “Mencari harta yang halal adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan).

Tidak ada mamfaat dalam harta yang haram, tidak ada kebaikan, pahala, dan berkah di dalamnya. Bahkan orang yang memiliki harta tersebut akan mendapatkan dosa sekalipun menafkahkan atau bersedekah sebagiannya.

Harta yang haram adalah bekal bagi siapa saja menuju kesengsaraan kehidupan bahkan akan menghantarkannya ke pintu api neraka jahanam.

Allah subhanahu wa ta'ala telah mengingatkan dan menyebutkan beberapa bentuk cara memperoleh harta benda yang diharamkan dalam Al Quran, melarang memakannya dan mengingatkan kita tidak mendekatinya, di antaranya adalah :

Risywah (suap), yaitu perbuatan tersebut telah meluas di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah ayat 188 :

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”

Maknanya jangan menyuap untuk memakan harta sebagian manusia dengan bathil. Riba, berinteraksi dengan riba yaitu dengan meminta tambahan atas harta karena tidak terdapat sedikit pun kebaikan, berkah, dan perkembangan dalam harta riba.

Memakan harta anak yatim, agama sangat melarang memakan harta anak yatim, oleh karenanya jangan satukan harta kita dengan harta anak yatim dalam memberi nafkah sehingga bisa membedakan dalam memamfaatkannya.

Mencuri, yaitu cara memperoleh harta dengan cara yang tidak wajar atau mengambil yang bukan haknya seperti korupsi, memaling, dan merampok.

Perbuatan ini telah merajalela zaman sekarang, sebagai penyebab tidak diterimanya doa, tidak memberikan kebaikan dan keberkahan bagi siapa pun di muka bumi. Karena keberkahan dari langit yang merupakan penyebab keberkahan bumi telah terputus. 

Dengan demikian alangkah baiknya memakan makanan yang halal, dan sebaik-baik keberkahan adalah memakan makanan yang baik serta menjauhi makanan yang haram dan kotor.

5. Tidak Berbakti Kepada Orangtua dan Menyia-nyiakan Hak Anak

Kebaikan dan keberkahan tidak akan ada dalam kehidupan jika tidak berbakti kepada orang yang menyebabkan keberadaan kita di dalam kehidupan dunai ini. 

Allah menjadikan perbuatan durhaka terhadap kedua orangtua dan tidak berbakti kepada keduanya termasuk dalam ketegori dosa besar setelah syirik kepada-Nya, sebagaimana diingatkan dalam QS. An Nisaa’ ayat 36 :

 وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

Artinya : “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”

Suatu gambaran akan kemuliaan berbakti dan berbuat baik kepada kedua orangtua bersandingan dengan ibadah dan keimanan kepada Allah suhanahu wa ta'ala. 

Maka sebaik-baik berkah terdapat di dalam berbakti dan berbuat baik kepada kedua orangtua, saat masih hidup bahkan terus berlanjut hingga keduanya telah meninggal dunia. 

Apabila tidak berbakti kepada orangtua, maka anak kita juga tidak akan pernah berbakti kepada kita, jika telah terjadi demikian maka tidak ada lagi kebaikan dan keberkahan dalam kehidupan.

Supaya Allah swt memberkati dengan anak-anak, maka berbuat baiklah kepada mereka, berikan hak-hak mereka dengan memberikan nafkah kepada mereka, tidak menyia-nyiakan, menyamakan pemberian kepada mereka, mendidik dan membina mereka dengan cara baik. 

Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah ayat 233 :

 وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya : “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Mendidik anak dengan akhlak mulia dan budi pekerti luhur adalah kewajiban. Karena pendidikan yang baik akan membuahkan sikap berbakti kepada kedua orangtua di dunia, kemudian ketika di akhirat akan menjadi doa dan ampunan bagi keduanya, dan kedua perkara tersebut adalah kebaikan dan keberkahan.

6. Bakhil dan Enggan Berinfaq

Harta yang disimpan pemiliknya dan enggan berinfaq tidak akan berkah, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan bakhil sangat tercela dan dibenci.

Allah dan rasu-Nya serta manusia tidak menyukainya. Bakhil adalah seruan syetan, dalam QS. Al Baqarah ayat 268 diingatkan :

اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِ ۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۖ

Artinya: “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.”

Harta orang bakhil tidak diberkahi sehingga tidak ada kebaikan dan perkembangan di dalamnya, sebab kebakhilan mengakibatkan kehancuran, bencana, dan kejahatan terhadap pemiliknya. 

Tidak ada keberkahan di dalam kehidupan dunia orang-orang bakhil dan tidak ada kebahagian serta ketenangan di dalam kehidupan akhiratnya bahkan ia mendapat azab yang pedih.

Sebaik-baik keberkahan terletak di dalam kemulian dan kedermawanan, dan sebaik-baik kebaikan terdapat dalam sedekah dan infaq. 

Bersedeqah dan menginfaqkan sebagian harta niscaya Allah subhanahu wa ta'ala akan mengganti harta yang diinfaqkan, menambahnya dan memberkati kehidupan kita.

7. Tidak Qona’ah

Tidak akan ada kebaikan dan keberkahan dalam kehidupan jika tidak ridha terhadap apa yang diberikan Allah, dan tidak merasa puas yang ada pada kita. 

Jika ridha terhadap pemberian Allah subhanahu wa ta'ala dan puas terhadap apa yang ada pada diri kita, maka tubuh dan akal pikiran akan terasa tenang, berada dalam keadaan terpuji sehingga kehidupan akan dipenuhi dengan berbagai kebaikan dan keberkahan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ

”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Manusia yang tidak pernah ridha terhadap apa yang ada dan tidak pernah puas apa yang dimilikinya, maka tidak akan pernah merasa rezki yang ada padanya sebagai sebuah nilai yang begitu sangat berharga baginya, bahkan selamanya tidak akan pernah ada kebaikan dan keberkahan. 

Maka tidak akan pernah ada kebaikan dan keberkahan dalam kehidupannya meskipun mendapatkan keuntungan atau memperoleh harta yang banyak bahkan jika diberikan kepada segala perhiasan dunia sekalipun.

Harta yang sedikit namun dapat mencukupkan seseorang dalam kehidupannya lebih baik daripada harta yang banyak tapi dapat melalaikannya dari mengingat Allah subhanahu wa ta'ala. 

Allah telah menentukan rezki dan membagikan kepada manusia, memilih untuk manusia apa yang bermamfaat dan mendatangkan maslahat baginya.

Ada tiga kenikmatan yang diberikan Allah kepada manusia seandainya ia mengetahui dan menyadarinya. Sehingga tidak akan memperdulikan kehidupan dunia, dan jiwanya tidak akan pernah mau disibukan kehidupan dunia.

Kenikmatan itu adalah nikmat sehat, ketentraman dan memiliki makanan untuk hari ini, adapun perkara besok adalah di tangan Allah dan manusia tidak memiliki kekuatan untuk menentukan hal itu, karena mungkin saja hari esok datang menjemput, dia tidak dalam keadaan hidup karena ajal manusia sangatlah dekat.

Keberkahan pada sikap ridha pemberian Allah meskipun hanya sedikit, kebaikan ada pada sikap qona’ah terhadap apa yang ada meskipun tidak banyak. Kekayaan hakiki bukanlah karena memiliki kemampuan untuk menikmati segala yang ada di dunia. 

Akan tetapi kekayaan yang hakiki adalah sifat qana’ah dalam jiwa dan ridha terhadap pemberian Allah, meskipun hanya sedikit.

8. Berbuat Maksiat dan Enggan Bertaubat

Tidak ada kebaikan dan keberkahan orang suka maksiat dan pendosa, justru yang ada kehidupan yang sempit dan sulit. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda :

Artinya : “Hukuman atas kemaksiatan ada tiga macam: kehidupan yang sempit, kesulitan dalam kesengsaraan, dan ia tidak akan mendapatkan makanannya.”

Ibnu Qayyim ra berkata bahwa hukuman bagi ahli maksiat adalah akan diputus keberkahan umurnya, keberkahan rezki, keberkahan ilmu, keberkahan amal dan keberkahan ketaatannya.

Secara keseluruhan akan diputus keberkahan agama dan umurnya. Kerberkahan di muka bumi ini tidak akan musnah kecuali oleh perbuatan maksiat seorang manusia. 

Jika selalu berbuat dosa, maka hati akan ternoda dengan noda hitam, dan jika kembali berbuat dosa maka akan bernoda hatinya dengan noda hitam, hingga seluruh hatinya tertuuip noda hitam.

Tengelam dalam perbuatan maksiat akan melemahkan iman seseorang, oleh sebab itu harus lekas dijauhi dan segera menuju ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan menyesali perbuatan dan beristighfar agar kehidupan dipenuhi dengan keberkahan dan kebaikan.

Sudah dapat dipastikan berkah sangat diinginkan oleh semua orang yang beriman, karenanya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup. 

Berkah bukanlah cukup dan mencukupi saja, tapi esiensi berkah bertambahnya ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala dalam segala keadaan baik dalam berkecukupan ataupun serba berkekurangan. 

Kehidupan yang berkah bukan hanya terletak pada keadaan sehat semata, tetapi kadangkala keadaan sakit yang sedang diderita justru juga membawa keberkahan sebagaimana yang pernah dirasakan dan dialami oleh Nabi Ayyub alaihi sallam, dalam kondisi sakitnya menambah taatnya kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Panjang umur bukan berarti mendapatkan keberkahan karena tidak selalu panjang umur berkah bahkan ada yang umurnya pendek tetapi dahsyat taatnya layaknya Mus'ab bin Umair.

Tanah yang kita diami letak berkahnya bukan karena panoramanya yang indah, tetapi tanah yang berkah kadang tandus namun berkahnya sangat luar biasa seperti Makkah tapi keutamaannya dihadapan Allah subhanahu wa ta'ala tidak ada yang menandingi dengan tanah-tanah yang ada di permukaan bumi ini.

Makanan dan minuman berkah itu bukan yang komposisi gizi dan nutrisi yang lengkap tetapi makanan dan minuman itu mampu mendorong pemakannya menjadi lebih taat kepada Allah swt setelah dikonsumsi.

Ilmu pengetahuan yang berkah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, tetapi yang berkah yaitu yang mampu menjadikan seorang meneteskan keringat dan darahnya beramal dan berjuang di jalan Allah.

Penghasilan berkah juga bukan gaji atau pengupahan yang dierima banyak dan bertambah, tetapi sejauh mana bisa jadi jalan rezki bagi yang lainya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilannya.

Anak keturunan yang berkah bukanlah ketika mereka lucu dan imut, tetapi anak yang berkah yaitu yang senantiasa taat kepada Allah swt dan kelak diantara mereka ada yang lebih sholeh atau sholehah dan tidak henti-hentinya mendoakan baik saat orangtuanya masih hidup atau telah meninggal dunia.

0 Response to " Sebab Dicabutnya Berkah"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak