TIGA KONDISI JIWA

 Bismillâhirrahmânirrahîm. Puji dan syukur kepada Allah subhânahu wata’âla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.


TIGA KONDISI JIWA

Belajar dari Imam Al-Ghazali rahimahullah, saya memahami ada 3 tingkat kualitas jiwa (nafs) manusia;

1. NAFSUL AMMARAH BI SUU'

Ini adalah kualitas jiwa yang paling rendah, jiwa yang selalu ingin memenuhi kehendak nafsu dan selalu mengajak pada kemungkaran.

Jiwa yang menyerah dan patuh pada kemauan syahwat. Jiwa yang menjadi follower ajakan-ajakan syaithan.

Jiwa yang tidak pernah puas dan selalu merasa kurang. Tidak pernah mau mengalah dan tidak mau bersabar.

Menghendaki sesuatu yang diinginkan harus tercapai dan diperoleh dengan segera (al ‘ajalah).

Jiwa yang terus mendorong untuk mengejar kenikmatan dan kesenangan duniawi (pleasure).

Di titik yang paling buruk, jiwa semacam ini bisa tetap merasa senang dan tenang dalam kemaksiatan.

Karena jiwa semacam ini adalah tempat berpadunya 3 hal; hawa nafsu, godaan syaithan, dan arogansi diri. Betapa buruknya integrasi ketiga faktor ini, sehingga tatkala mengikutinya, manusia tidak lagi merasakan hal itu sebagai kemungkaran. Bahkan sebaliknya, ia merasakannya sebagai sebuah kenikmatan.

2. NAFSUL LAWWAMAH

Pada tingkatan ini seseorang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-kekurangan diri, sudah terbuka untuk mau menerima petunjuk dan tuntunan dari Rabbnya, tapi terkadang masih tergoda untuk mengikuti syahwat, lalu kemudian merasa bersalah dan menyesal karenanya.

Jiwa yang telah menganjurkan untuk berbuat baik dan dia akan mencela dirinya apabila melakukan hal-hal yang salah.

Nafsul Lawwamah ini juga bisa diartikan sebagai jiwa yang menggugat (gugatan batin). Ia menggugat atas dosa yang telah dilakukan seseorang. Boleh jadi ada saat-saat gugatan itu mereda, tetapi pada saat yang lain akan muncul dengan hebatnya, ia akan selalu ada selama kesalahan dan dosa itu belum diselesaikan.

Gugatan batin itulah yang dikenal dalam ilmu jiwa sebagai perasaan bersalah.

Jiwa yang telah menyadari dan mengetahui arah dari sebuah perbuatan, tapi masih tertarik ke sana dan ke sini.

Jiwa yang masih labil, berusaha untuk menahan nafsu, tapi akalnya masih cenderung dikalahkan oleh hasrat rendahnya.

3. NAFSUL MUTHMAINNAH

Jiwa yang tenang, tentram, dan damai. Inilah tingkatan tertinggi dari strata jiwa manusia.

Jiwa yang telah mampu menolak dan tidak terpengaruh dengan segala kemewahan dunia serta kesenangan-kesenangan sementara.

Kondisi jiwa yang berpuas diri dalam penghambaan kepada Rabbnya.

Jiwa yang jauh dari rasa cemas dan gelisah atas segala ketetapan Allah, tak pernah kecewa terhadap apapun yang menimpanya.

Jiwa selalu merasa sejuk dalam setiap keadaan, karena sangat menyakini sentuhan kasih sayang dari Rabbnya.

Bukankah jiwa seperti ini yang menjadi puncak cita-cita kita?

Semoga di akhir nafas kita nanti, Allah memanggil kita dengan panggilan mesra;

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ • ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً • فَادْخُلِي فِي عِبَادِي • وَادْخُلِي جَنَّتِي 

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).

0 Response to "TIGA KONDISI JIWA"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak