Berbagai Aspek dalam Pengelolaan Utang Pemerintah

1. Aset Negara.
Aset negara merupakan akumulasi hasil dari belanja negara Pemerintah. Nilai aset negara tahun 2016 (audit BPK) adalah sebesar Rp5.456,88 triliun. Nilai ini masih belum termasuk nilai hasil revaluasi yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan untuk menunjukkan nilai aktual dari berbagai aset negara mulai dari tanah, gedung, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain.

Hasil revaluasi aset tahun 2017 terhadap sekitar 40 persen aset negara menunjukkan bahwa nilai aktual aset negara telah meningkat sangat signifikan sebesar 239 persen, yaitu dari Rp781 triliun menjadi Rp2.648 triliun, atau naik sebesar Rp1.867 triliun. Tentu nilai ini masih akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tahun laporan 2017.

Kenaikan kekayaan negara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat utang pemerintah, karena kekayaan negara merupakan penambahan aset setiap tahun, termasuk yang berasal dari utang. Apabila utang untuk pembiayaan produktif artinya utang itu digunakan untuk belanja investasi/modal yang produktif bukan untuk belanja konsumtif/operasional, semakin banyak belanja investasi/modal maka akan semakin banyak pula aset negara yang dihasilkan.
Aset Negara
2. Belanja Modal.
Tidak semua belanja modal pemerintah berada di Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Pusat, namun juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Alokasi Transfer ke daerah dan Dana Desa meningkat sangat besar dari Rp573,7 triliun pada 2015 menjadi Rp766,2 triliun pada 2018, dimana sebesar 25 persen dari dana ini diharuskan merupakan belanja modal, meski belum dilakukan oleh seluruh Pemerintah Daerah. Kemudian dalam kategori belanja infrastruktur, tidak seluruhnya merupakan belanja modal, karena untuk dapat membangun infrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja adalah masuk dalam belanja barang. Informasi lengkap mengenai APBN dapat diakses pada tautan www.kemenkeu.go.id/datapbn.

Oleh karena itu, tidak dapat disimpulkan bahwa tambahan utang disebut sebagai tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya. Kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis “soft infrastructure” yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian. Belanja institusi ini dimasukkan dalam kategori belanja barang dalam APBN kita.

3. Rasio Defisit APBN & Rasio Utang Terhadap PDB.
Dalam menilai utang kita juga harus melihat dari keseluruhan APBN dan perekonomian. Apabila diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan (jauh) dibawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara. 

Defisit APBN tahun 2016 yang sempat dikhawatirkan akan melebihi 3 persen PDB, dikendalikan dengan pemotongan belanja secara drastis hingga mencapai Rp167 triliun. Demikian juga tahun 2017, defisit APBN yang diperkirakan mencapai 2.92 persen PDB, berhasil diturunkan menjadi sekitar 2.5 persen. Tahun 2018 ini target defisit APBN kembali menurun menjadi 2.19 persen PDB.
Aset Negara

4. Keseimbangan Primer.
Pemerintah tengah berfokus untuk mengembalikan keseimbangan primer ke posisi positif. Keseimbangan primer adalah Penerimaan Negara dikurangi Belanja Negara, di luar pembayaran bunga utang. Pada tahun 2015 keseimbangan primer mencapai defisit Rp142,5 triliun, menurun pada tahun 2016 menjadi Rp125,6 triliun, dan kembali menurun pada tahun 2017 sebesar Rp121,5 triliun. Untuk tahun 2018, Pemerintah menargetkan keseimbangan primer menurun lagi menjadi Rp87,3 triliun. Ini bukti bahwa pemerintah terus berupaya menurunkan defisit keseimbangan primer untuk mencapai nol atau bahkan surplus.
Aset Negara

5. Konsisten dan Hati-Hati Dalam Mengelola Utang.
Setiap langkah penyesuaian untuk mencapai satu tujuan, selalu berakibat pada tujuan yang lain. Ini yang dikenal sebagai “trade-off”. Namun Pemerintah terus melakukan penyesuaian untuk mencapai tujuan pembangunan dan terus menjaga APBN tetap sehat, kredibel dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini telah menghasilkan kepercayaan yang makin kuat terhadap APBN dan perekonomian kita. 

Hal ini dikonfirmasi oleh peringkat invetasi dari lima lembaga pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang menjaga disiplin APBN (fiscal responsibility rules) dan konsisten menjalankannya. Disiplin fiskal Pemerintah Indonesia ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap besaran defisit dan rasio utang terhadap PDB sesuai amanat undang-undang. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, defisit APBN masih terjaga kurang dari 3% terhadap PDB dan rasio utang kurang dari 60% dari PDB.

Indikator positif lainnya adalah menurunnya imbal hasil (yield) Surat Utang Negara berjangka 10 tahun dari 7,93 persen pada Desember 2016, menurun menjadi 6,63 persen pada pertengahan Maret 2018. Ini prestasi yang tidak mudah, karena pada saat yang sama justru Federal Reserve Amerika melakukan kenaikan suku bunga pada akhir Desember 2016, dan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga tiga kali pada tahun 2017.

6. Utang Bukan Satu-Satunya Instrumen Kebijakan.
Semua instrumen kebijakan ini sama pentingnya dalam pencapaian tujuan pembangunan. Semua kebijakan ini juga harus sama-sama bekerja secara efektif dan keras untuk mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan reformasi perpajakan dengan serius, karena pajak merupakan tulang punggung negara. Pemerintah juga serius dalam memperbaiki iklim investasi, agar investasi dan daya kompetisi ekonomi dan ekspor kita meningkat. Hasilnya skor kemudahan investasi kita sudah semakin baik dan Indonesia menjadi tempat investasi paling menarik di dunia.
Aset Negara

7. Hasil Pada Jangka Menengah
Perbaikan melalui pembangunan infrastruktur dan perbaikan pendidikan dan kesehatan serta jaminan sosial, baru akan menuai hasil pada jangka menengah. Misalnya, perbaikan kurikulum pendidikan, baru akan terlihat saat menyelesaikan proses pendidikan (12 tahun untuk SMA dan vokasi, serta 16 tahun untuk hasil pendidikan tinggi). Pemerintah setuju dengan anjuran bahwa kita perlu meningkatkan efektivitas kebijakan, mempertajam berbagai pilihan dan prioritas kebijakan dan memperbaiki tata kelola serta proses perencanaan, serta terus memerangi korupsi agar setiap instrumen kebijakan dapat menghasilkan dampak positif yang nyata dan cukup cepat.

0 Response to "Berbagai Aspek dalam Pengelolaan Utang Pemerintah"

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak