Benarkah setiap bid'ah itu sesat dan masuk neraka?
Benarkah setiap bid'ah itu sesat dan masuk neraka?
TAFSIR BID'AH Menurut kajian-kajian Salafi, hadits, "Kullu bid'atin dhalalah”. Kata kullu berarti “setiap," atau berarti juga "semua." Setiap (semua) bid'ah itu sesat.
Semuanya, intinya begitu, tanpa kecuali ! Tetapi menurut Aswaja, tidak semua bid'ah itu sesat. Menurutnya, kata kullu dalam AlQuran dan Hadits bila dihubungkan dengan ayat-ayat atau hadits lain maka dari segi bahasa memiliki pengertian umum sehingga bersifat "tidak mutlak semua".
Contohnya, kata orang Aswaja, di Surah Al-Anbiya disebutkan, "Kami jadikan setiap (kullu) sesuatu yang hidup berasal dari air".
Tetapi di Surah Ar-Rahman ada juga ayat, "Dan Dia menciptakan jin berasal dari nyala api tanpa asap."
Ada juga kata hadits, "Malaikat diciptakan berasal dari cahaya." Maksudnya, dari dalil-dalil diatas tidak setiap (kullu) yang hidup itu berasal dari air, makhluk hidup jin berasal dari api dan malaikat dari cahaya.
Dengan kata lain, makna kullu bisa berati "tidak mutlak semua." Kata orang Aswaja, hadits, "Kullu (semua) anak Adam yang meninggal dunia seluruh tulangnya akan habis jasadnya dimakan tanah."
Tetapi juga ada hadits, "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi." Tidak hanya para Nabi, ada hadits lain yang mengatakan para syuhada dan penghafal AlQuran jasadnya juga tidak busuk dimakan tanah.
Bahkan banyak kisah dan bukti dari hamba-hamba Allah yang sholeh jasadnya tetap utuh tidak dimakan tanah setelah matinya walaupun kisah-kisah karomah para wali demikian diingkari sebagian umat sebagai cerita TBC (Tahayul, Bid'ah, Churafat).
Kata orang Aswaja, sahabat Usman bin Affan pernah ditanya, "Apakah ini perintahmu?”
Lalu jawab Khalifah Utsman bin Affan, "Kullu (sebagian) itu adalah perintahku dan sebagiannya bukan perintahku."
Kata orang Aswaja dari dalil-dalil diatas, kata kullu mempunyai dua makna, yaitu bisa "setiap atau semua," tetapi juga bisa berarti "tidak mutlak semua." Kullu dapat bermakna "tidak mutlak semua" jika ada dalil lain yang memberi pengecualian.
Dalam dalil kullu bidah dhalalah, ada hadist lain yang memberi pengecualian terhadap makna "setiap," diantaranya hadits berikut,
"Siapa yang memulai satu perkara baru yang baik, lalu hal tersebut dikerjakan, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Dan siapa yang memulai satu perkara baru yang buruk, lalu hal tersebut dikerjakan, maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikit pun."
Menurut orang Aswaja, yang dimaksud hal baru yang baik atau buruk dalam hadits diatas adalah bid'ah itu sendiri kalau mau "kontekstual" dalam memahami maksud yang dikandung.
Tetapi bagi orang-orang yang faham keagamaannya "tekstual" seperti Wahabi atau Salafi bilang,
"Mana ada bid'ah yang baik, semua bid'ah itu sesat, buruk. Namanya saja bid'ah kok baik?
Kata orang Aswaja, bid'ah terjadi untuk pertama kalinya setelah Nabi meninggal menurut hadits riwayat Imam Bukhari dikatakan, pengumpulan AlQuran awalnya dianggap bid'ah oleh Khalifah Abubakar Ash-Shidiq tetapi shahabat Umar bin Khathab berkali-kali meyakinkan bahwa itu keharusan yang baik (bid'ah hasanah).
Akhirnya Khalifah Abubakar berkata, "Berkali-kali Umar mencoba meyakinkan aku, lalu Allah melapangkan dadaku dengan menerima kreasi Umar untuk mengumpulkan AlQuran." (H.R Bukhari).
Shalat tarawih berjamaah 20 rakaat sebulan penuh di Masjidil Haram dan Nabawi sampai sekarang ini sesungguhnya tradisi peninggalan dari kreasi amirul mukminin Khalifah Umar.
Bahkan beliau mengatakan, "Ni'mat al bid'atu hadzihi" (sebaik-baik bid'ah adalah ini).
.Dari beberapa kisah zaman shahabat, tabi'in, tabiut tabi'in, kata orang Aswaja, Imam Syafii kemudian menyimpulkan bahwa bid'ah ada dua yaitu bid'ah yang baik (bid'ah hasanah) dan bid'ah yang sesat (bid'ah dholalah).
Imam Syafii juga mengarang shalawat yang kemudian dikenal dengan nama Shalawat Imam Syafii didalam kitabnya Ar-Risalah.
Bisa jadi orang yang tidak sepaham akan menganggap bid'ah Imam Syafii ini membuat kreasi shalawat bukan dari Nabi.
Termasuk shahabat Ibnu Abbas juga memiliki shalawat (Shalawat Ibn Abbas) yang ia susun sendiri. Demikian juga shalawat dari sahabat Ibnu Mas'ud.
Bahkan, kata orang Aswaja, sebetulnya banyak kisah-kisah dalam riwayat shahih dari kalangan shahabat, tabiin dan salafus shaleh yang bisa jadi akan dihukumi bid'ah bagi orang yang tidak sepaham.
Misalnya kreasi Khalifah Utsman bin Affan yang mempelopori adzan setiap sholat Jumat sebanyak dua kali. Shahabat Abu Hurairah berdzikir membaca tasbih 12.000 kali perharinya sebelum tidur. Shofiyah (istri Nabi) dzikir rutinnya 4000 kali. Shahabat Bilal bin Rabah melakukan shalat sunnah wudhu sehabis wudhu sebagai bentuk rasa syukur dll.
Dizaman sesudahnya, kata orang Aswaja, adalah cicit Nabi sendiri yaitu Imam Ali Zainal Abidin bin Hussain bin Ali bin Abu Thalib dikenal seorang tabi'in yang hidupnya zuhud dalam sehari semalamnya shalat sunnah 1000 rakaat.
Imam Ahmad bin Hanbali pemuka Madzab Hanbali yang hidup pada zaman generasi salaf juga dikenal zuhud yang kesehariannya secara rutin shalat sunnah 300 rakaat.
Imam Ahmad bin Hanbali juga dikenal imam ahli hadist karena hafal satu juta hadits. Kata orang Aswaja, banyak orang-orang pesantren mengamalkan hizib-hizib (kumpulan dzikir) ciptaan ulama terdahulu.
Misalnya, Hizib Bukhari dari Imam Bukhari, Hizib Ghazali dari Imam Ghazali, Hizib Nawawi dari Imam Nawawi dan lain-lain.
Tetapi kata orang Salafi, hizib-hizib itu bid'ah, apakah Nabi mendelegasikan menyusun dzikir-dzikir seperti hizib-hizib itu? Demikianlah perbedaan Salafi dan Aswaja dalam menafsirkan hadits tentang bid'ah.
TAFSIR SUNNAH Sunnah itu lawan kata dari bid'ah. Adapun pengertian SUNNAH (Sunnah Nabi) itu tidak hanya yang dicontohkan atau dilakukan Nabi shallallahu a'laihi wasallam saja (sunnah fi`liyah), tetapi apa yang diucapkan/ disabdakannya termasuk sunnah juga (sunnah qouliyah)
Bahkan apa yang dilakukan para sahabat walaupun nabi tidak mencontohkan atau menyuruh tetapi nabi tidak melarang/ membolehkannya sebagai amalan disebut juga sunnah (sunnah taqririyah) seperti sahabat Bilal sholat sunat wudlu dan sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu memiliki amalan wirid membaca dzikir tasbih 12.000 x setiap harinya sebelum tidur, istri Nabi Shafiyah perharinya menghitung dzikir 4000 kali sebagai wiridan.
Ini bukan berarti mengkhususkan amalan, tetapi menjaga agar menjadi istiqomah dalam berdzikir.
Jadi jangan dibatasi sunnah Nabi itu fi'liyah saja (yang nabi contohkan) ada contoh dari Nabi tidak? Apakah Nabi melakukannya? Ini sangat mempersempit agama itu sendiri.
Bahkan yang tidak ada dalilnya saja, kalau di Quran dan Hadits tidak ditemukan atas suatu masalah ada perintah untuk berijtihad, mosok yang jelas-jelas bersesuaian dengan qola Allah dan qola Rasul (walau Nabi tidak memberi contoh) dilarang?
Kadang-kadang ditemui juga sikap tidak ilmiah, ketika dalil-dalil itu ditunjukkan maka bukan lagi dalil yang akan ditanyakan tetapi akan bergeser, "Apakah Nabi melakukannya?".
Jadi disinilah pentingnya memahami As-Sunnah itu, tidak hanya sebatas contoh perbuatan Nabi (fi'liyah) saja, tetapi juga meliputi sabdanya (qouliyah, qola Rasul) dan bahkan kebolehan setujunya (taqririyah).
Wallahu a'lam bishawab.
0 Response to "Benarkah setiap bid'ah itu sesat dan masuk neraka? "
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak