Kisah : Unta, Sang Hakim

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

Unta, Sang Hakim 

Suatu hari seorang Yahudi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengadukan bahwa seorang Muslim telah mencuri untanya. Ia mendatangkan empat saksi palsu dari kaum munafik. 

Karena kesaksian empat orang itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memutuskan bahwa unta itu milik orang Yahudi dan tangan si Muslim harus dipotong. 

Tentu saja, si Muslim yang tidak merasa mencuri unta itu kaget dan berduka. Ia mengangkat kepalanya dan menadahkan tangannya, lalu berkata, “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku tidak mencuri unta itu.” 

Kemudian ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai  Rasulullah, sungguh keputusanmu itu benar. Namun, aku mohon, sebelum tanganku dipotong, mintalah keterangan dari unta ini!” 

Maka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada si unta, “Hai  unta, milik siapakah engkau?”

Unta itu menjawab dengan jelas, “Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu palsu semua.” 

Akhirnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Hai Muslim,  katakan kepadaku, apa yang kaulakukan hingga Allah menjadikan unta ini berbicara?” 

“Wahai Rasulullah, di malam hari aku tidak tidur sebelum membaca shalawat kepadamu sepuluh kali.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Kau telah selamat dari  hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari siksa di akhirat berkat shalawat yang kaubaca untukku.” 

Kisah yang nyaris sama dialami seorang tokoh kafir Quraisy, Amr ibn Hisyam, atau yang lebih dikenal dengan  julukan Abu Jahal (Biang Kebodohan). 

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru kaumnya untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, para pemuka Quraisy marah. Abu Jahal berseru, “Demi Allah, lebih baik aku mati daripada mengikutimu!” 

Ketika para pemimpin Quraisy berkumpul merundingkan apa yang harus mereka lakukan kepada  Muhammad, Abu Jahal bertanya dengan nada marah, “Tidak adakah di antara kalian, hai kaum Quraisy, orang  yang siap membunuh Muhammad?” 

“Tidak ada,” jawab mereka.

“Kalau begitu, aku yang akan membunuhnya,” tegas  Abu Jahal, “jika keluarga Abdul Muththalib menuntut  balas, biar aku sendiri yang terbunuh.” 

Mereka berujar, “Sungguh jika benar kau mau  melakukan itu, tentu kami akan selalu mengingatmu. Itu  sungguh kebaikan yang tidak akan pernah kami lupakan.” 

Kemudian Abu Jahal pergi ke Masjidil Haram dan  melihat Rasulullah Saw. sedang tawaf, lalu beliau  shalat, dan sujud sangat lama. Sungguh kesempatan  yang sempurna, pikir Abu Jahal. 

Lalu, ia mengambil  batu dan membawanya untuk dilontarkan pada kepala  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang bersujud. 

Namun, saat ia berjalan mendekati Rasulullah, tiba-tiba seekor unta jantan muncul dari arah beliau, menghadang langkah  Abu Jahal dan membuka mulutnya sangat lebar. 

Menyaksikan unta besar yang menakutkan itu, Abu Jahal gemetar hingga batu itu jatuh menimpa kakinya sendiri. Ia bergegas pulang dengan langkah tertatih dan muka pucat berkeringat. 

Para pemuka Quraisy yang ditemuinya bertanya, “Apa yang terjadi? Kami tidak pernah melihatmu dalam keadaan seperti sekarang.” 

Abu Jahal menjawab, “Maafkan aku, saat aku  hendak menumbuk kepalanya dengan batu, tiba-tiba  seekor unta jantan muncul dari arah Muhammad. 

Unta itu menghadangku dan membuka mulutnya lebar-lebar, siap menelanku. Batu yang siap kutumbukkan pada kepalanya jatuh menimpa kakiku sendiri.”  

0 Response to "Kisah : Unta, Sang Hakim "

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak