Mental Kaca Atau Mental Baja

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

MENTAL KACA ATAU MENTAL BAJA

Forged in Fire adalah salah satu acara televisi yang menampilkan keterampilan para pandai besi dalam membuat senjata. Hasil karya mereka satu sama lain akan diuji dan dibandingkan, yang terkuat akan keluar sebagai pemenangnya.

Proses membuat senjata yang handal menjadi salah satu daya tarik acara itu. Mula-mula baja mentah dipanaskan hingga membara, kemudian ditempa bertubi-tubi dengan palu agar tercipta sebentuk kekuatan yang kokoh pada baja tersebut.

Menyaksikan acara ini, kita akan teringat sebuah peribahasa yang berasal dari Rusia; The hammer shatters glass but forges steel.

"Sebilah palu memang dapat memecah kaca, tetapi ia juga dapat menempa baja."

Bukan salah palu memukul, ketika kaca hancur berkeping-keping. Salahkan mengapa ia adalah kaca. Adapun palu memang sudah tugasnya memukul.

Saat palu itu menjalankan tugasnya kepada baja, justru ia akan berterimakasih karena tempaan palu maka dirinya bertambah kokoh dan kuat.

Forged in Fire bukan hanya sebatas acara hiburan, tetapi mengajarkan kepada kita agar jangan bermental kaca. Karena hidup ini tak mungkin bisa terhindar dari pukulan ujian. Sebab ujian laksana palu kehidupan.

Beberapa orang yang mulai belajar di pesantren, ketika ujian datang menempa hingga ketidaknyamanan dirasakan, mereka tidak sanggup bangun lagi. Hatinya hancur berkeping-keping dan memutuskan bahwa dirinya harus menyerah sampai di sini. Mereka memilih peran sebagai kaca.

Padahal kalau saja mereka memilih menjadi baja, justru tempaan ujian itu akan membuatnya sebagai santri yang lebih kuat dibanding santri lain yang belum pernah mengalaminya.

Saya juga pernah mendengar cerita seorang ayah yang menyayangkan anaknya tidak punya keinginan menikah meski sudah melampaui usia. Pasalnya, dulu si anak pernah ditinggalkan oleh pujaan hatinya yang memilih menikah dengan orang lain.

Ayahnya bingung bukan kepalang, mengapa hanya dengan satu pukulan palu begitu anaknya hancur. Padahal, jika saja hatinya tidak sekaca itu, bukankah ia akan menjadi pribadi yang semakin kokoh setelah menerima pengalaman yang demikian.

Begitulah kenyataannya. Palu kehidupan tidak salah memukul. Melainkan mental yang salah memilih. Bagaimana jika mulai hari ini kita bermental baja, yang memandang tempa demi tempa sang palu sebagai bagian dari proses memperkokoh dan memperkuat diri kita!

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً؟ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” 

Rasulullah menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (Hadist Riwayat Tirmidzi) 

Salam sukses dunia akhirat

0 Response to "Mental Kaca Atau Mental Baja "

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar dengan Bijak